Sajak : DG Kumarsana
Wanita itu bernama ibu
tidak pernah merindukan airmata
ketika anak-anak tersungkur lahar
panas
dan menyaksikan suaminya mati
gantung diri
diantara sedu-sedan yang tidak
dibeda-bedakan kodrat
Wanita itu bernama ibu
berapa lama usianya diukur kini,
diantara kalender terpacak dinding kamar tak pernah usai berganti tahun kian
kusam
airmatanya susah ditebak kapan
datang, pernah datang atau tidak pernah datang sama sekali
pelupuknya seolah mengering secara perlahan
lahan
tidak membenam airmata tersisa
karena airmata baginya adalah
kesialan
huru hara dan kekecewaan
karena airmata selalu melahirkan
kesakitan, kepedihan dan kekosongan
yang mengingatkan akan malam tak
jelas igaunya serta melukis wajahnya kering
malam menyusun mimpi di hati tuanya
lekang mengenang cinta
dalam
serabut gelap tanpa kata
mengigau
Wanita itu bernama Ibu
pernah berkasih hati melahirkan
anak anak
dan tak pernah mengeluarkan air
mata
tak akan mengingat anak anaknya
mati
tak akan mengingat suaminya mati
tetap tidak pernah merindukan
airmata, sebagaimana airmata telah dimiliki orang lain
sambil melukis kepedihan pada
kelopaknya dalam cahaya
malam yang kering
Bangsal Pemenang, juli’10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar