Sabtu, 18 Februari 2012

ARJUNABHIGAMANA PARWA (27)


Pada suatu hari Dewi Draupadi diliputi oleh rasa penyesalan, karena terbayang-bayang padanya kehidupan mewah dari Kaurawa. Beliau menangis tersedu-sedu dan berkata pada Prabhu Yudisthira, “ Aduhai, kanda Prabhu Yudisthira! Para istri Kaurawa hidupnya amat bahagia. Tidak pernah tercucur air matanya seperti dinda, dayang-dayang mengelilinginya. Busana yang serba indah lekat pada tubuhnya. Tetapi, bagaimanakah keadaan dinda? Kemewahan tidak ada, dayang-dayang tidak ada, makanan yang serba lezat cita rasanya tidak ada. Pakaian dinda kotor, penuh lumpur dan debu. Kebahagiaan atau rasa damai apakah yang dinda dapat peroleh kata hatiku dengan tiada memiliki semua itu lagi? Kalau dinda ingat akan kursi gadingku di dalam istanaku dulu penuh bertaburkan batu permata, namun kini yang ada pada kita hanyalah alas duduk yang terbuat dari alang-alang saja, maka sedih hati dan pilu menggoda hatiku! Mataku masih jelas dapat melihat, bahwa dulu kanda dikelilingi oleh para Raja-raja, abdi menaungi kanda dengan payung emas, kalau kanda berjalan di bawah sinar matahari terik. Tetapi sekarang, kanda hanyalah di kerumuni oleh binatang-binatang hutan yang buas-buas saja, penuh bahaya! Kulit kanda sudah hangus dibakar oleh sinar matahari yang panas. Aduhai, kalau semuanya itu kukenang, rasa damai apakah yang dapat dinda peroleh dalam hati? Tidak, hatiku tidak mengenal damai! Tidakkah kanda kesal hati dan kecewa bila kanda kenangkan kegagah-beranian Bhima yang kini tinggal terlantar? Tidakkah kanda marah, jikalau kanda kenangkan bahwa Bhima yang dulu selalu ada di tengah-tengah kereta perang yang hebat-hebat dan berpakaian yang mahal-mahal, kini harus menderita di dalam hutan? Bhima sudah bersedia membunuh semua Kaurawa yang menyebabkan penderitaan kita ini. Dinda rasa, di dunia ini tiada seorang Keshatrya pun yang menaruh rasa dendam. Ketahuilah, wahai kanda, bahwa seorang Keshatrya tidak mempergunakan kemampuan dan kekuatannya yang pada saat diperlukan, maka Keshatrya itu tidak dihormati oleh semua mahluk. Oleh karena itu, wahai Raja, bunuhlah mereka semua itu sekarang juga dengan kekuatan yang telah ada pada kanda sekalian, karena saatnya untuk mempergunakan kekerasan telah tiba. Demikian pulalah sebaliknya, bahwa seseorang Keshatrya yang tidak suka damai pada saat pemberian ampun harus dilakukan, menjadi tidak termashur dan niscaya akan menemui kehancuran, baik di atas dunia ini maupun di akhirat kelak. Sekarang bukanlah saatnya untuk memberikan ampun! Dialah raja yang sesungguhnya, yang bisa menghukum dan mengampuni pada waktu yang tepat untuk itu.”
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut Sangka, Kerambitan 24 oktober 1964)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar