Pada
suatu
hari Dewi Draupadi diliputi oleh rasa penyesalan, karena terbayang-bayang
padanya kehidupan mewah dari Kaurawa. Beliau menangis tersedu-sedu dan berkata
pada Prabhu Yudisthira, “ Aduhai, kanda Prabhu Yudisthira! Para istri Kaurawa
hidupnya amat bahagia. Tidak pernah tercucur air matanya seperti dinda,
dayang-dayang mengelilinginya. Busana yang serba indah lekat pada tubuhnya.
Tetapi, bagaimanakah keadaan dinda? Kemewahan tidak ada, dayang-dayang tidak
ada, makanan yang serba lezat cita rasanya tidak ada. Pakaian dinda kotor,
penuh lumpur dan debu. Kebahagiaan atau rasa damai apakah yang dinda dapat
peroleh kata hatiku dengan tiada memiliki semua itu lagi? Kalau dinda ingat
akan kursi gadingku di dalam istanaku dulu penuh bertaburkan batu permata,
namun kini yang ada pada kita hanyalah alas duduk yang terbuat dari alang-alang
saja, maka sedih hati dan pilu menggoda hatiku! Mataku masih jelas dapat melihat,
bahwa dulu kanda dikelilingi oleh para Raja-raja, abdi menaungi kanda dengan
payung emas, kalau kanda berjalan di bawah sinar matahari terik. Tetapi
sekarang, kanda hanyalah di kerumuni oleh binatang-binatang hutan yang
buas-buas saja, penuh bahaya! Kulit kanda sudah hangus dibakar oleh sinar
matahari yang panas. Aduhai, kalau semuanya itu kukenang, rasa damai apakah
yang dapat dinda peroleh dalam hati? Tidak, hatiku tidak mengenal damai!
Tidakkah kanda kesal hati dan kecewa bila kanda kenangkan kegagah-beranian
Bhima yang kini tinggal terlantar? Tidakkah kanda marah, jikalau kanda
kenangkan bahwa Bhima yang dulu selalu ada di tengah-tengah kereta perang yang
hebat-hebat dan berpakaian yang mahal-mahal, kini harus menderita di dalam
hutan? Bhima sudah bersedia membunuh semua Kaurawa yang menyebabkan penderitaan
kita ini. Dinda rasa, di dunia ini tiada seorang Keshatrya pun yang menaruh
rasa dendam. Ketahuilah, wahai kanda, bahwa seorang Keshatrya tidak
mempergunakan kemampuan dan kekuatannya yang pada saat diperlukan, maka
Keshatrya itu tidak dihormati oleh semua mahluk. Oleh karena itu, wahai Raja,
bunuhlah mereka semua itu sekarang juga dengan kekuatan yang telah ada pada
kanda sekalian, karena saatnya untuk mempergunakan kekerasan telah tiba.
Demikian pulalah sebaliknya, bahwa seseorang Keshatrya yang tidak suka damai
pada saat pemberian ampun harus dilakukan, menjadi tidak termashur dan niscaya
akan menemui kehancuran, baik di atas dunia ini maupun di akhirat kelak.
Sekarang bukanlah saatnya untuk memberikan ampun! Dialah raja yang
sesungguhnya, yang bisa menghukum dan mengampuni pada waktu yang tepat untuk
itu.”
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut
Sangka, Kerambitan 24 oktober 1964)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar