Pada suatu hari, orang
suci Narada datang ke istana Yudisthira. Dia disambut dengan penghormatan oleh
Yudisthira dan Draupadi. Dia juga sudah mendengar tentang Mayasaba. Dia datang
untuk melihatnya.
Yudisthira sangat senang memperlihatkan kepadanya balai
paseban. Dia kelihatan seperti seorang anak kecil dengan sebuah mainan baru. Dia
sangat gembira bila memikirkan akan mempertunjukkannya. Narada memandang balai
paseban itu dan memperlihatkan persetujuan yang gembira. Mereka kembali ke
balai paseban dimana mereka duduk pada awal permulaan.
Setelah suatu saat mereka mempercakapkan berbagai soal,
Yudisthira berkata: “Tuanku, engkau telah mengembara ke tiga dunia. Engkau
pasti sudah melihat banyak balai paseban yang indah seperti balai paseban yang
aku miliki. Dapatkah engkau menceritakan itu semua kepadaku?”
Narada tersenyum lembut dan berkata: “Ya,aku telah melihat
balai-balai paseban yang sama di dunia yang lain-lainnya. Aku akan menceritakan
kepadamu itu. Balai pasebanmu adalah yang terbaik di permukaan bumi. Tidak ada
tempat yang menyamainya.
Aku akan menggambarkan kepadamu balai-balai paseban Yama,
Brahma, Indra, Ridra dan Baruna. Ini afdalah balai-balai paseban yang baik yang
aku lihat.”
Narada menceritrakan kepada mereka tentang keistimewaann
dari tempat-tempat yang telah disebutkannnya itu. Pertama-tama dia
menceriterakan kepadanya tentang balai paseban Indra. Dia menceriterakan kepada
Yudisthira bahwa raja besar Harisandra dari suku Surya membagi mahkota dengan Indran.
Dia terus menggambarkan istana yang lain-lainnya. Pada saat dia datang ke
istana Yama, Narada menceriterakan kepadanya tentang banyak raja dunia yang
sekarang berada di sana,. Itu adalah sebuah daftar yang panjang didahului oleh
nama-nama Yayati dan Nahusa. Pada akhir daftar itu tercantumlah nama-nama raja
Kuru yang belakangan, dan nama terakhir darinya ialah Sentanu dan Pandu.
Narada kemudian menggambarkan istana-istana Baruna dan
Kuwera. Ceritranya sudah berakhir
Yudisthira terdiam sebentar. Narada menunggunya
berbicara.
Yudisthira berkata: “Tuanku, aku telah mendengarkan
dengan seksama kepada apa yang telah engkau katakan. Aku memperhatikan sesuatu
hal. Katanya raja-raja yang menjadi raja dunia ini berada di balai paseban Yama
dan bukanlah sebagai yang aku telah pikirkan sepanjang tahun-tahun ini, di balai
paseban Indra. Aku juga memperhatikan sesuatu yang lainnya juga. Engkau berkata
bahwa kawan Indra, sebenarnya teman yang diajak membagi mahkota, adalah raja
besar Harisandra, raja suku Surya. Tuanku, perbuatan baik apakah yang dia telah
lakukan dan yang ayahku belum lakukan? Mengapakah dia harus mendapat
penghormatan untuk membagikan dengan Indra? Orang tuaku adalah orang tersuci di
antara manusia. Dia tidak pernah mengucapkan kata-kata yang tidak benar. Dia adalah
orang suci diantara orang-orang. Aku ingin engkau menceritrakan alasannya untuk
ini.”
Narada, yang telah datang kepadanya hanya itu berkata : “Sudah
tentu aku akan menceritrakannya kepadamu. Haricandra yang besar itu, keturunan
suku Surya, adalah putra Trisangku, yang disenangi oleh Wiswamitra. Haricandra
adalah seorang raja yang kuat. Dia telah menaklukan semua kerajaan di bumi dan
melaksanakan upacara yang disebut rajasuya. Itulah sebabnya ia patut membagi
mahkota yang sama dengan Indra sendiri. Raja yang melakukan rajasuya sudah
terpancang di atas yang lain-lainnya. Aku
menjumpai ayahmu, dia berkata : “Putraku sekarang berkuasa di bumi. Kalau Yudisthira
melakukan Rajasuya, aku bisa pergi ke Indraloka dan demikian juga kakakku
Sentanu.” Ini adalah keinginan ayahmu. Engkau dapat menaklukkan seluruh dunia. Engkau
akan membuat itu mungkin untuk ayahmu dan nenek moyangmu Sentanu dan
putra-putranya untuk memasuki balai paseban Indra. Itu bukanlah tugas yang
mudah, aku tahu. Yaga itu pasti akan menemui kesukaran besar. Tetapi kalau ada
orang yang sanggup melakukannya, itu adalah engkau dan hanya engkau”.
Narada memberkati Pandawa dan pergi.
(gst made Widia, april 1995, sabha parwa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar