Sejak kedatangan
Narada, Yudisthira selalu tampak tenggelam dalam pikirannya. Hingga sekarang
kehidupan Pandawa berada dalam kedamaian. Yudisthira tidak pernah lobha.
Putra-putra Pandu puas dengan pembagian kerajaan kuno Kurunya. Ketidakadilan
telah ditakar kepada mereka berulang-ulang oleh Kaurawa. Tetapi mereka adalah
orang-orang baik. Bukanlah watak Yudisthira untuk memelihara dendam. Dia sudah
berbahagia dengan tanah yang diberikan kepadanya oleh pamannya. Dia mau menghindar
dari pertengkaran. Oleh karena itu dia terima tanah yang tandus ini. Berterima
kasih kepada Khrisna, karena tanah yang tandus itu dibuat subur. Indra
melakukannya untuk mereka dan mereka telah memberikan nama kepada tanah itu
Indraprasta, mereka sangat berbahagia dan puas. Balai paseban ini, yang
dipersembahkan oleh Maya, adalah sumber yang besar dari kepuasan Yudisthira.
Sekarang dia hidup dalam kedamaian. Ke dalam danau yang tenang inilah Narada
membuang batu terkenal yang membentuk gelombang-gelombang yang menggerakkan.
Pikiran-pikiran kemenangan yang sampai sekarang sesungguhnya masing-masing
dalam pikiran Yudisthira, kini mulai merayapi pikirannya setiap hari. Bahwa
ayahnya yang menyuruhnya melaksanakan rajasuya, sudah cukup membuat raja yang
cinta perdamaian ini untuk memikirkan kemenangan. Persoalan itu dimusyawarahkan
dib alai permusyawaratan. Tiap-tiap orang sangat menyukai tentang itu.
Yudisthira memanggil Khrisna. Khrisna adalah petunjuk
jalannya dan kawannya. Dia harus diberi pertimbangan sebelum mengambil
keputusan sesuatu.
Pesuruh dikirim ke Dwaraka. Dia memberitahukan dirinya
dan berkata: “ Yudisthira menghendaki engkau supaya berada di Indraprasta. Dia
memerlukan engkau disana.”
Khrisna minta ijin dan mengucapkan selamat tinggal kepada
Balarama dan kepada yang lain-lainnya dan pergi dengan lekas ke Indraprasta.
Yudisthira menerimanya dengan tangan terbuka. Khrisna kembali berada di
tengah-tengah saudara-saudaranya, demikian hangatnya penerimaan yang dia
peroleh.
Setelah beristirahat sebentar, dia pergi ke balai paseban
di mana Yudisthira sedang menunggunya.
Yudisthira membicarakan soal yang sedang membuat dia
khawatir siang dan malam. Dia menceritakan kepada Khrisna tentang kunjungan
Narada dan keinginan-keinginan ayahnya, Pandu. Setelah menceritakan segala
sesuatu kepadanya dengan cara mendetail, Yudisthira berkata: “Khrisna, engkau
adalah sahabat sejatiku dan teman yang baik. Orang-orang lain sangat optimist
tentang itu.
Barangkali mereka berkata demikian untuk membuat aku
senang. Aku tidak tahu. Tetapi engkau berbeda. Engkau akan mengatakan yang
benar kepadaku. Engkau di luar jangkauan nafsu keinginan dan ikatan-ikatan.
Engkau dapat melihat segala-galanya dengan jelas sekali dari kebenaran yang aku
kehendaki sekarang. Nasihatilah aku. Aku bingung dengan semua ini.”
Khrisna kelihatan bersungguh-sungguh sebentar. Dia
berdiam. Dia kemudian mulai berpikir tentang kekuatan semua ksatrya.
Dia berkata: “Aku tidak takut kepada yang lain-lainnya.
Tetapi adalah seorang raja yang bernama Jarasanda. Engkau tahu tentang dia. Dia
adalah lawan yang paling berat yang engkau harus taklukkan. Itu sama sekali
tidak mudah. Kawan baiknya adalah Sisupala, anak Damagosa. Terdapat juga
Dantawaktra, yang menjadi sekutu Jarasanda. Bagadata, Rukmi, anak Bismaka, dan
Panudraka Basudewa semua menjadi sahabat Jarasanda ini. Dia mempunyai kawan di
empat penjuru angin. Suatu kebetulan Jarasanda adalah musuh sejati Rumah Wrisri
yang tak mau berdamai. Kangsa, pamanku telah terbunuh ditanganku sendiri,
seperti yang engkau ketahui. Dia adalah menantu Jarasanda. Oleh karena itu
Jarasanda telah membenci aku sejak itu. Kami belum mampu membunuhnya. Dia telah
berperang melawan kami delapan belas kali; kami telah melawan dia tetapi kami
tidak mampu mengalahkannya. Sebetulnya kami takut dengan serangan-serangannya
yang terus menerus. Oleh karena itu kami meninggalkan kkota Mathura dan
mendirikan Dwaraka ini. Di sana dilindungi oleh bukit Raiwataka di satu tepid
an oleh lautan di tepi lainnya, kami merasa aman dari Jarasanda dan
serangan-serangannya. Bukit Giriwraja jauhnya Sembilan ratus mil dari bukit
Raiwataka kami. Karena melihat kami berdiam di Dwaraka, orang ini melemparkan
gadanya kepada Dwaraka kami. Itu terlempar dengan begitu kuatnya sehingga
mencapai jarak 889 mil dan terpancang di dalam tanah. Dia tidak menggangu kami
lagi, setelah itu.
Yudisthira aku telah menceritakan kepadamu nama raja-raja
yang menjadi kawannya. Sekarang aku akan menceritakan kepadamu tentang
orang-orang lainnya yang mungkin akan menjadi kawan-kawannya juga. Marilah kita
mempertimbangkan saudara sepupumu yang manis Duryodhana. Apakah engkau tidak
tahu bahwa dia dengan sendirinya akan memihak kepada Jarasanda, pada suatu
ketika dia tahu bahwa dia adalah musuhmu. Duryodhana sudah pasti memberi bantuannya
kepada Jarasanda. Itu berarti bahwa semua tuan rumah Kaurawa dengan Bhisma,
Drona dan Kripa, akan pasti membantunya. Bahkan kalau kaum-kaum tua mencegah
perang karena mereka mencintai engkau, bagaimana tentang Radheya? Dia selalu
menunggu-nunggu kesempatan untuk berperang melawan Arjuna. Untuk membinasakan
Arjuna dan dengan demikian membuat kawan-kawannya senang. Radheya dalam
kedudukannya mempunyai semua senjata illahi yang dia peroleh dari Bhargawa.
Radheya telah sanggup mengalahkan Jarasanda juga. Dia lebih tinggi dari
Jarasanda. Dengan musuh-musuh yang demikian mendahsyatkan, engkau sama sekali
tidak mempunyai kesempatan untuk melaksanakan Rajasuya. Jarasanda telah menahan
Sembilan puluh delapan raja dan menaruhnya di penjara. Dia bercita-cita untuk
membuat korban kepala-kepala kerajaan untuk dewa Sangkara. Orang itu gila.
Tetapi dia terlalu kuat untuk dilalaikan atau untuk dikalahkan. Selama
Jarasanda ini masih hidup, harapan-harapanmu untuk melaksanakan Rajasuya sangat
tipis. Tetapi kalau kita berusaha untuk membunuhnya, maka kemudian tidak ada
yang akan ditakuti lagi. Raja-Raja yang lainnya, karena melihat dia terbunuh,
tidak akan mempunyai keberanian untuk melawan engkau dan saudara-saudaramu. Ini
adalah pendapatku yang tepat. Pikirkan cara untuk membunuh Jarasanda, dan yang
lain-lainnya adalah mudah.”
Yudisthira membuang cita-citanya untuk melaksanakan
Rajasuya. Dia bukan untuk itu. Dia berkata : “ Khrisna, tidak ada orang lain
lagi yang dapat menjelaskan kenyataan yang demikian terangnya. Tidak ada orang
lain lagi yang dapat memberi nasihat yang lebih baik kepadaku, aku berterima
kasih untuk itu.”
Aku hidup bukanlah hidup untuk kemenangan-kemenangan ini.
Pertimbangkanlah hidup raja-raja besar yang telah memerintah dunia ini. Mereka
yang benar-benar besar adalah raja-raja yang cinta damai. Aku tahu bahwa
politik perdamaian adalah hal yang paling patut di dunia. Aku akan membuang
cita-cita ini. Marilah kita hidup damai.” Tetapi, Bhima bukankah untuk ini. Dia
berkata, “Kakakku yang tercinta, suatu usaha besar rupa-rupanya akan mengalami
kesukaran pada permulaannya. Itu tidak akan melemaskan semangat kita atau
gelora semangat kita. Apa yang tak dapat dicapai dengan kekuatan, dapat dicapai
dengan kebijaksanaan. Dengan Khrisna yang kita cintai untuk memikirkan jalan
dan usaha, dengan Arjuna yang membantu aku, aku kira aku akan dapat membunuh
Jarasanda. Bersama-sama, kami bertiga dapat mengusahakan ini. Apabila kita
mempunyai Khrisna di pihak kita, kegagalan tidak akan mungkin. Engkau terlalu
takut. Akan mudah sekali membunuh Jarasanda.”
Khrisna berkata : “Tidak, Bhima. Tidak begitu mudah
seperti yang engkau pikirkan. Jarasanda adalah seorang penyembah yang besar
dewa Sangkara. Dia disenangi oleh dewa itu. Lagipula dia sangat adil dan
dermawan. Dia telah menguasai kasih sayang banyak raja. Tetapi, selain dari
persoalan Rajasuya, kalau engkau membunuh dia, engkau akan menyelamatkan hidup
raja-raja yang tertangkap yang dimaksudkan akan dikorbankan untuk dewa Rudra.
Patut sekali itu dipertimbangkan”.
Yudisthira menolak untuk menyetujui pendapat itu. Katanya
: “Tidak, Bhima dan Arjuna adalah dua biji mataku dan Khrisna, engkau adalah
jiwaku. Apakah gunanya hidup kalau aku kehilangan engkau bertiga? Aku pikir hal
yang sehat ialah membuang cita-cita itu seluruhnya”.
Arjuna berkata : “Kakak, mengapakah kita harus takut?
Kita dilahirkan dari bangsa-bangsa Khesatriya. Kita kenal betul dengan ilmu
peperangan. Kita juga mempelajari penggunaan astra-astra Illahi. Kita belum
pernah menyimpang dari jalan Dharma. Jarasanda sangat berkuasa, tidak diragukan
lagi. Tetapi dia bukanlah seorang raja yang jujur. Seorang raja, yang
menggunakan kekuatannya untuk mengganggu raja-raja yang lemah, tidaklah
dianugerahi oleh dewa-dewa. Itulah perasaanku. Semua kekuatannya akan menjadi
sia-sia kalau dia tidak jujur. Tidaklah sukar untuk membinasakan orang yang
bersifat demikian. Tuhan akan mengaruniai orang yang berpihak kepada Dharma.
Adalah kewajiban kita untuk membinasakan Jarasanda dan membebaskan dunia dari
kekuasaan binatang itu. Kita yakin akan berhasil dalam usaha kita. Kirimlah
kami bertiga ke Magada. Setelah membunuh Jarasanda semua kami berempat, pergi
keempat penjuru angin dan menaklukkan seluruh dunia dan menempatkannya di
kakimu.”
Khrisna menghargai percakapan yang bersemangat dari Bhima
dan Arjuna.
Dia berkata : “Bhima dan Arjuna bercakap-cakap dengan
putra-putra seorang prajurit yang besar. Yudisthira, kita hidup di dunia ini
hanya sementara waktu. Kematian selalu mengancam. Itu bisa datang waktu siang
hari yang cerah atau gelap gulita. Sebab tidak ada orang yang melawan dan orang
itu tidak dikaruniai keabadian. Dalam kehidupan kita yang singkat ini orang
seharusnya memutuskan sesuatu dengan cepat apa yang akan diperbuat. Tidak ada
waktu untuk ragu-ragu mempertimbangkan baiknya dan jahatnya. Tidak ada waktu
untuk membagi pikiran yang cepat itu. Kita harus memutuskan dengan segera.
Yudisthira kita harus mencoba untuk menemui Jarasanda dan menantangnya untuk
berperang melawan kita. Kita akan mencoba mencapai Negara musuh itu dan
menantangnya. Kita akan memasuki rumah musuh tanpa diundang. Kita akan mencoba
melaksanakan ambisi kita. Kalau kita menang, engkau akan menjadi raja dunia
ini. Kalau kami gagal, maka kami tahu masuk sorga yang dimaksudkan untuk
orang-orang yang mati berperang. Tidak ada malu yang menodai nama kita”.
Yudisthira berkata: “Khrisna, ceritakan kepadaku lagi
tentang Jarasanda. Apa yang membuat begitu besar sehingga dia sanggup menantang
engkau? Mengapa demikian sehingga dia tak dapat hancur seperti sebuah ngengat
yang bermain cinta dengan api apabila dia mendekati engkau? Aku tidak dapat
mengerti semua itu, bahwa engkau belum sanggup mengalahkan dia.”
Krishna menceritakan lebih lanjut kepada mereka tentang
kehidupan Jarsanda.
(penulis I Gusti
Made Widia, Sabha Parwa, april 1995)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar