Selasa, 21 Februari 2012

KEINGINAN YUDISTHIRA


Sejak kedatangan Narada, Yudisthira selalu tampak tenggelam dalam pikirannya. Hingga sekarang kehidupan Pandawa berada dalam kedamaian. Yudisthira tidak pernah lobha. Putra-putra Pandu puas dengan pembagian kerajaan kuno Kurunya. Ketidakadilan telah ditakar kepada mereka berulang-ulang oleh Kaurawa. Tetapi mereka adalah orang-orang baik. Bukanlah watak Yudisthira untuk memelihara dendam. Dia sudah berbahagia dengan tanah yang diberikan kepadanya oleh pamannya. Dia mau menghindar dari pertengkaran. Oleh karena itu dia terima tanah yang tandus ini. Berterima kasih kepada Khrisna, karena tanah yang tandus itu dibuat subur. Indra melakukannya untuk mereka dan mereka telah memberikan nama kepada tanah itu Indraprasta, mereka sangat berbahagia dan puas. Balai paseban ini, yang dipersembahkan oleh Maya, adalah sumber yang besar dari kepuasan Yudisthira. Sekarang dia hidup dalam kedamaian. Ke dalam danau yang tenang inilah Narada membuang batu terkenal yang membentuk gelombang-gelombang yang menggerakkan. Pikiran-pikiran kemenangan yang sampai sekarang sesungguhnya masing-masing dalam pikiran Yudisthira, kini mulai merayapi pikirannya setiap hari. Bahwa ayahnya yang menyuruhnya melaksanakan rajasuya, sudah cukup membuat raja yang cinta perdamaian ini untuk memikirkan kemenangan. Persoalan itu dimusyawarahkan dib alai permusyawaratan. Tiap-tiap orang sangat menyukai tentang itu.
            Yudisthira memanggil Khrisna. Khrisna adalah petunjuk jalannya dan kawannya. Dia harus diberi pertimbangan sebelum mengambil keputusan sesuatu.
            Pesuruh dikirim ke Dwaraka. Dia memberitahukan dirinya dan berkata: “ Yudisthira menghendaki engkau supaya berada di Indraprasta. Dia memerlukan engkau disana.”
            Khrisna minta ijin dan mengucapkan selamat tinggal kepada Balarama dan kepada yang lain-lainnya dan pergi dengan lekas ke Indraprasta. Yudisthira menerimanya dengan tangan terbuka. Khrisna kembali berada di tengah-tengah saudara-saudaranya, demikian hangatnya penerimaan yang dia peroleh.
            Setelah beristirahat sebentar, dia pergi ke balai paseban di mana Yudisthira sedang menunggunya.
            Yudisthira membicarakan soal yang sedang membuat dia khawatir siang dan malam. Dia menceritakan kepada Khrisna tentang kunjungan Narada dan keinginan-keinginan ayahnya, Pandu. Setelah menceritakan segala sesuatu kepadanya dengan cara mendetail, Yudisthira berkata: “Khrisna, engkau adalah sahabat sejatiku dan teman yang baik. Orang-orang lain sangat optimist tentang itu.
            Barangkali mereka berkata demikian untuk membuat aku senang. Aku tidak tahu. Tetapi engkau berbeda. Engkau akan mengatakan yang benar kepadaku. Engkau di luar jangkauan nafsu keinginan dan ikatan-ikatan. Engkau dapat melihat segala-galanya dengan jelas sekali dari kebenaran yang aku kehendaki sekarang. Nasihatilah aku. Aku bingung dengan semua ini.”
            Khrisna kelihatan bersungguh-sungguh sebentar. Dia berdiam. Dia kemudian mulai berpikir tentang kekuatan semua ksatrya.
            Dia berkata: “Aku tidak takut kepada yang lain-lainnya. Tetapi adalah seorang raja yang bernama Jarasanda. Engkau tahu tentang dia. Dia adalah lawan yang paling berat yang engkau harus taklukkan. Itu sama sekali tidak mudah. Kawan baiknya adalah Sisupala, anak Damagosa. Terdapat juga Dantawaktra, yang menjadi sekutu Jarasanda. Bagadata, Rukmi, anak Bismaka, dan Panudraka Basudewa semua menjadi sahabat Jarasanda ini. Dia mempunyai kawan di empat penjuru angin. Suatu kebetulan Jarasanda adalah musuh sejati Rumah Wrisri yang tak mau berdamai. Kangsa, pamanku telah terbunuh ditanganku sendiri, seperti yang engkau ketahui. Dia adalah menantu Jarasanda. Oleh karena itu Jarasanda telah membenci aku sejak itu. Kami belum mampu membunuhnya. Dia telah berperang melawan kami delapan belas kali; kami telah melawan dia tetapi kami tidak mampu mengalahkannya. Sebetulnya kami takut dengan serangan-serangannya yang terus menerus. Oleh karena itu kami meninggalkan kkota Mathura dan mendirikan Dwaraka ini. Di sana dilindungi oleh bukit Raiwataka di satu tepid an oleh lautan di tepi lainnya, kami merasa aman dari Jarasanda dan serangan-serangannya. Bukit Giriwraja jauhnya Sembilan ratus mil dari bukit Raiwataka kami. Karena melihat kami berdiam di Dwaraka, orang ini melemparkan gadanya kepada Dwaraka kami. Itu terlempar dengan begitu kuatnya sehingga mencapai jarak 889 mil dan terpancang di dalam tanah. Dia tidak menggangu kami lagi, setelah itu.
            Yudisthira aku telah menceritakan kepadamu nama raja-raja yang menjadi kawannya. Sekarang aku akan menceritakan kepadamu tentang orang-orang lainnya yang mungkin akan menjadi kawan-kawannya juga. Marilah kita mempertimbangkan saudara sepupumu yang manis Duryodhana. Apakah engkau tidak tahu bahwa dia dengan sendirinya akan memihak kepada Jarasanda, pada suatu ketika dia tahu bahwa dia adalah musuhmu. Duryodhana sudah pasti memberi bantuannya kepada Jarasanda. Itu berarti bahwa semua tuan rumah Kaurawa dengan Bhisma, Drona dan Kripa, akan pasti membantunya. Bahkan kalau kaum-kaum tua mencegah perang karena mereka mencintai engkau, bagaimana tentang Radheya? Dia selalu menunggu-nunggu kesempatan untuk berperang melawan Arjuna. Untuk membinasakan Arjuna dan dengan demikian membuat kawan-kawannya senang. Radheya dalam kedudukannya mempunyai semua senjata illahi yang dia peroleh dari Bhargawa. Radheya telah sanggup mengalahkan Jarasanda juga. Dia lebih tinggi dari Jarasanda. Dengan musuh-musuh yang demikian mendahsyatkan, engkau sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk melaksanakan Rajasuya. Jarasanda telah menahan Sembilan puluh delapan raja dan menaruhnya di penjara. Dia bercita-cita untuk membuat korban kepala-kepala kerajaan untuk dewa Sangkara. Orang itu gila. Tetapi dia terlalu kuat untuk dilalaikan atau untuk dikalahkan. Selama Jarasanda ini masih hidup, harapan-harapanmu untuk melaksanakan Rajasuya sangat tipis. Tetapi kalau kita berusaha untuk membunuhnya, maka kemudian tidak ada yang akan ditakuti lagi. Raja-Raja yang lainnya, karena melihat dia terbunuh, tidak akan mempunyai keberanian untuk melawan engkau dan saudara-saudaramu. Ini adalah pendapatku yang tepat. Pikirkan cara untuk membunuh Jarasanda, dan yang lain-lainnya adalah mudah.”
            Yudisthira membuang cita-citanya untuk melaksanakan Rajasuya. Dia bukan untuk itu. Dia berkata : “ Khrisna, tidak ada orang lain lagi yang dapat menjelaskan kenyataan yang demikian terangnya. Tidak ada orang lain lagi yang dapat memberi nasihat yang lebih baik kepadaku, aku berterima kasih untuk itu.”
            Aku hidup bukanlah hidup untuk kemenangan-kemenangan ini. Pertimbangkanlah hidup raja-raja besar yang telah memerintah dunia ini. Mereka yang benar-benar besar adalah raja-raja yang cinta damai. Aku tahu bahwa politik perdamaian adalah hal yang paling patut di dunia. Aku akan membuang cita-cita ini. Marilah kita hidup damai.” Tetapi, Bhima bukankah untuk ini. Dia berkata, “Kakakku yang tercinta, suatu usaha besar rupa-rupanya akan mengalami kesukaran pada permulaannya. Itu tidak akan melemaskan semangat kita atau gelora semangat kita. Apa yang tak dapat dicapai dengan kekuatan, dapat dicapai dengan kebijaksanaan. Dengan Khrisna yang kita cintai untuk memikirkan jalan dan usaha, dengan Arjuna yang membantu aku, aku kira aku akan dapat membunuh Jarasanda. Bersama-sama, kami bertiga dapat mengusahakan ini. Apabila kita mempunyai Khrisna di pihak kita, kegagalan tidak akan mungkin. Engkau terlalu takut. Akan mudah sekali membunuh Jarasanda.”
            Khrisna berkata : “Tidak, Bhima. Tidak begitu mudah seperti yang engkau pikirkan. Jarasanda adalah seorang penyembah yang besar dewa Sangkara. Dia disenangi oleh dewa itu. Lagipula dia sangat adil dan dermawan. Dia telah menguasai kasih sayang banyak raja. Tetapi, selain dari persoalan Rajasuya, kalau engkau membunuh dia, engkau akan menyelamatkan hidup raja-raja yang tertangkap yang dimaksudkan akan dikorbankan untuk dewa Rudra. Patut sekali itu dipertimbangkan”.
            Yudisthira menolak untuk menyetujui pendapat itu. Katanya : “Tidak, Bhima dan Arjuna adalah dua biji mataku dan Khrisna, engkau adalah jiwaku. Apakah gunanya hidup kalau aku kehilangan engkau bertiga? Aku pikir hal yang sehat ialah membuang cita-cita itu seluruhnya”.
            Arjuna berkata : “Kakak, mengapakah kita harus takut? Kita dilahirkan dari bangsa-bangsa Khesatriya. Kita kenal betul dengan ilmu peperangan. Kita juga mempelajari penggunaan astra-astra Illahi. Kita belum pernah menyimpang dari jalan Dharma. Jarasanda sangat berkuasa, tidak diragukan lagi. Tetapi dia bukanlah seorang raja yang jujur. Seorang raja, yang menggunakan kekuatannya untuk mengganggu raja-raja yang lemah, tidaklah dianugerahi oleh dewa-dewa. Itulah perasaanku. Semua kekuatannya akan menjadi sia-sia kalau dia tidak jujur. Tidaklah sukar untuk membinasakan orang yang bersifat demikian. Tuhan akan mengaruniai orang yang berpihak kepada Dharma. Adalah kewajiban kita untuk membinasakan Jarasanda dan membebaskan dunia dari kekuasaan binatang itu. Kita yakin akan berhasil dalam usaha kita. Kirimlah kami bertiga ke Magada. Setelah membunuh Jarasanda semua kami berempat, pergi keempat penjuru angin dan menaklukkan seluruh dunia dan menempatkannya di kakimu.”
            Khrisna menghargai percakapan yang bersemangat dari Bhima dan Arjuna.
            Dia berkata : “Bhima dan Arjuna bercakap-cakap dengan putra-putra seorang prajurit yang besar. Yudisthira, kita hidup di dunia ini hanya sementara waktu. Kematian selalu mengancam. Itu bisa datang waktu siang hari yang cerah atau gelap gulita. Sebab tidak ada orang yang melawan dan orang itu tidak dikaruniai keabadian. Dalam kehidupan kita yang singkat ini orang seharusnya memutuskan sesuatu dengan cepat apa yang akan diperbuat. Tidak ada waktu untuk ragu-ragu mempertimbangkan baiknya dan jahatnya. Tidak ada waktu untuk membagi pikiran yang cepat itu. Kita harus memutuskan dengan segera. Yudisthira kita harus mencoba untuk menemui Jarasanda dan menantangnya untuk berperang melawan kita. Kita akan mencoba mencapai Negara musuh itu dan menantangnya. Kita akan memasuki rumah musuh tanpa diundang. Kita akan mencoba melaksanakan ambisi kita. Kalau kita menang, engkau akan menjadi raja dunia ini. Kalau kami gagal, maka kami tahu masuk sorga yang dimaksudkan untuk orang-orang yang mati berperang. Tidak ada malu yang menodai nama kita”.
            Yudisthira berkata: “Khrisna, ceritakan kepadaku lagi tentang Jarasanda. Apa yang membuat begitu besar sehingga dia sanggup menantang engkau? Mengapa demikian sehingga dia tak dapat hancur seperti sebuah ngengat yang bermain cinta dengan api apabila dia mendekati engkau? Aku tidak dapat mengerti semua itu, bahwa engkau belum sanggup mengalahkan dia.”
            Krishna menceritakan lebih lanjut kepada mereka tentang kehidupan Jarsanda.
(penulis I Gusti Made Widia, Sabha Parwa, april 1995)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar