Senin, 13 Februari 2012

MAYA MENDIRIKAN BALAI KOTA


Krishna dan Arjuna telah meninggalkan batang kayu dan berjalan menuju ke perkemahan. Dengan tiba-tiba mereka mendengar suara Maya. Dia menjatuhkan dirinya di kaki mereka.
            Katanya: “Engkau telah menganugerahi hidupku. Aku adalah Maya ahli bangun-bangunan bangsa Asura. Aku akan memperlebatkan rasa terima kasihku dalam suatu cara. Aku mau melakukan sesuatu untukmu sebagai ganti hidupku.”
            Arjuna tersenyum kepadanya dan berkata,” Aku berbahagia aku dapat melakukan ini untukmu. Aku tak mengingini keuntungan darimu. Itu adalah dasar pokokku untuk tidak memperoleh apa-apa dari perbuatan baikku.”
            Dia akan pergi. Lagi dia berkata,” Engkau tidak berhutang budi kepadaku. Sekarang kita adalah kawan baik. Aku puas dengan itu.”
            Dia berpaling untuk pergi. Tetapi Maya tidak berubah hatinya.
            Katanya,” Itu hanya benar kalau engkau berkata seperti ini. Aku tidak mau melakukan sesuatu sebagai pembalasan kebaikan hatimu. Aku mau melakukan sesuatu untuk memperlihatkan rasa terima kasihku,” Arjuna masih tidak mau menerima sesuatu darinya. Tetapi dia melihat Maya bertulus hati. Arjuna berpikir sebentar dan berkata: “Aku tidak mau menerima sesuatu untuk diriku sendiri. Tetapi, pada waktu yang sama aku membuat engkau senang. Itu akan membuat aku senang sekali.”
            Maya memandang kepada Krishna dengan mengharap-harap dan menunggu dia berbicara.
            Krishna, penjelmaan Wishnu, telah dilahirkan ke dunia dengan maksud menegakkan Dharma. Krishna tahu bahwa waktunya sudah tiba saat dunia harus dilenyapkan dari penderitaannya. Dia adalah Narayana,dan Arjuna adalah Nara. Mereka telah lahir ke bumi untuk tujuan tertentu. Ibu Pertiwi telah mengeluh ke padanya bahwa dia tidak tahan menanggung beban dosa lebih lama. Dia telah meyakinkan kepadanya bahwa dia akan datang kepadanya. Dalam mata bathinnya dia melihat masa depan di dunia. Dia melihat medan Kurusetra ditaburi oleh mayit-mayit raja-raja di dunia. Dia mengingat janjinya kepada ke dua pengiringnya yang dicintainya Jaya dan Wijaya. Mereka telah dilahirkan ke bumi sebagai Hiranyaksipu. Dia telah membunuh mereka. Mereka telah lahir sebagai Rawana dan Kumbakarna. Dia telah membunuhnya. Sekarang dalam kelahiran mereka ketiga dan hidupnya terakhir di bumi sebagai Sisupala dan Dantawaktra. Dia harus menganugerahi mereka pembebasan dari ikatan mahluk manusia ini. Krishna memikirkan semua hal ini dan mulai perbuatan penghancuran.
            Krishna kelihatan berpikir sebentar.
            Katanya: “Engkau berkata bahwa engkau adalah ahli bangun-bangunan. Yudisthira adalah mulia bagiku. Aku akan senang kalau engkau mendirikan sebuah istana untuknya. Pasebannya harus unik. Engkau dapat melakukan ini untuk Yudisthira. Itu akan membuat senang aku dan Arjuna juga kalau kamu melakukan ini.”
            Maya sangat berbahagia pada waktu berpikir bahwa dia dapat melakukan sesuatu untuk mereka. Dia merencanakan dalam mata bathinnya balai paseban yang besar itu dirikan untuk Yudisthira.
            Mereka tiba di Indraprasta. Mereka menceritakan peristiwa-peristiwa yang menggemparkan kepada Yudisthira. Mereka menghadapkan Maya kepadanya dan menceritakan kepadanya tentang balai paseban yang dia bangun untuknya.
            Yudisthira menyambutnya dan menghormatinya. Maya senang sekali akan dirinya. Dia merundingkan rencana balai paseban itu dengan Pandawa dan Krishna.
            Pada suatu hari yang baik, Maya memulai pembangunan istana yang besar yang terkenal kemudian sebagai Mayasabha.
            Krishna mendekati Yudisthira dengan permintaan bahwa dia harus diijinkan kembali ke Dwaraka. Banyak hari telah dilalui sejak dia datang ke sana, ke Indraprasta. Mereka semua tidak membiarkannya pergi. Yudisthira berkata, “ Tuanku, engkau adalah bintang yang menuntun perahu kehidupan kami menuju ke kesalamatan. Engkau telah memberi kami segala-galanya. Bagaimana kami dapat menyetujui engkau meninggalkan kami? Engkau adalah hidup kami. Engkau adalah segala-galanya. Engkau mengatur pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan kami. Engkau harus selalu bersama kami, menuntun kami ke jalan yang ebnar. Kami akan kehilangan tanpa engkau.”
            Krishna meyakinkan Yudisthira bahwa dia akan selalu berada di sana dengan mereka. Dia akan datang kapan saja mereka datang menjemputnya.
            Dia mengucapkan selamat tinggal kepada semua mereka satu persatu, bibinya Kunti, saudara-saudara yang lebih tua, Draupadi dan Subadra.
            Keretanya yang dikusiri oleh Daruka, sudah ada di pintu gerbang istana. Krishna memandang kepada Subadra dengan senyuman menggoda dan berkata. “ Aku kira aku bisa mengambil keretaku sekarang! Dia sudah memenuhi kewajibannya dan engkau tidak memerlukannya lagi.
            Dengan kata-kata perpisahannya ini, Krishna menaiki kereta. Subadra masih malu-malu. Yudisthira menyuruh Duraka turun dari kereta. Dia duduk di tempat duduk sais. Yudisthira mengambil tali kekang dari tangannya dan sebagai adat kebiasaannya, mengendarai kereta sebentar. Ini sudah menjadi kebiasaannya kapan saja Krishna pergi dari mereka.
            Arjuna dan Bhima berdiri mengapit Krishna dengan kayu cemara terpegang di tangan mereka. Nakula dan Sahadewa memegang payung meneduhi kepalanya. Ini adalah semua tanda dari kebiasaan Pandawa untuk menghormati orang yang lebih berharga bagi mereka dari pada hidupnya. Krishna menerima pelayanan ini dengan kasih sayang yang besar.
            Kereta meluncur sampai jarak jauh. Pada waktu mencapai pinggiran kota, Pandawa turun dari kereta. Krishna mengucapkan selamat tinggal kasih sayang kepada saudara-saudaranya dan menuju ke arah Dwaraka. Saudara-saudara itu berdiri dengan mata mengikuti arah kereta sehingga mereka tidak dapat melihatnya lagi. Tetapi pikiran mereka mengikuti sampai ke kotanya. Mereka kembali ke Indraprasta dengan pikiran mereka yang penuh dengan Krishna.
            Maya sibuk dengan persiapan-persiapan untuk gedung paseban. Dia mendekat Arjuna dan berkata: “Dekat gunung Kaliasa yang besar ada sebuah danau bernama Bindusana. Di danau itu aku telah menanam tong yang berisi banyak permata-permata yang berharga. Aku mau mempergunakannya untuk balai paseban yang akan aku bangun sekarang. Aku akan pergi ke sana dan mengambilnya. Aku mempunyai sebuah gada yang akan disukai oleh Bhima. Ada sebuah kerang-kerangan yang bernama  Dewadatta yang akan disukai oleh kalian.”
            Maya berpamitan kepada Arjuna dan pergi ke gunung Kaliasa.
            Bindusara adalah sebuah tempat yang suci di mana sungai Gangga dibebaskan dari gelung rambut kusut Dewa Sangkara. Dia terus mengalir tetes demi tetes. Demikianlah itu memberikan nama kepada danau. Dari danau ini dia mengalir seperti tujuh arus : tiga menuju ke arah timur, tiga ke arah barat dan arus yang ke tujuh mengikuti Bagirata. Tempat itu suci sebab berdekatan dengan danau ini, dimana orang-orang suci Nara dan Narayana melakukan tapanya.
            Maya sampai di tempat tersebut. Dia mengambil semua batu-batu permata yang berharga yang dia simpan disana. Dia mengambil kerang-kerangan dan gada. Dia mempunyai beberapa ratus budak yang membantunya mengangkut batu-batu permata itu ke kota Indraprasta. Dia kembali ke kota dan memberikan gada itu kepada Bhima. Dewadatta, kerang-kerangan itu, diberikan kepada arjuna.
            Maya mulai membangun balai paseban itu. Dia mau membuat balai paseban yang paling bagus yang pernah terlihat di bumi. Untuk menyelesaikan balai paseban itu mengambil waktu empat belas bulan. Betul-betul ciptaan yang ajaib. Ia bahkan mengatasi Sudarma, balai paseban Indra, dalam keindahannya. Di dalam kebun, kembang-kembang berbunga pada musimnya dan di luar musim. Ada teratai, bunga-bunga ini hanya khusus untuk beberapa musim. Tetapi di Mayasaba mereka semua berbunga bersama-sama.
            Dinding-dinding balai paseban itu bercahaya dan gemerlapan dengan batu-batu permata yang terpancang dibangun dengan demikian rupa sehingga orang hanya dapat melihat cahaya dari batu-batu permata itu dan bukan batu-batu permata kalau orang tidak melihatnya dengan sengaja.
            Maya pergi kepada Pandawa dan mengatakan kepadanya bahwa balai paseban itu sudah siap sekarang. Dia mengantarkan mereka berkeliling. Dia menunjukkan kepada mereka keajaiban balai paseban yang besar itu. Mereka tidak berkata-kata dengan kekaguman.
            Maya bersiap-siap untuk berangkat. Dia berkata kepada Arjuna: “ kereta kepunyaanmu ini adalah sama kuatnya dengan milik Surya dan Agni. Kuda perang yang agung ini tidak ada tandingannya di seluruh dunia. Keretamu mempunyai gambar kera sebagai panji-panjinya. Engkau akan masyhur seperti Kapidwaya kelak. Disebabkan oleh kuda-kuda putihmu engkau akan masyhur dengan nama Swetawahana. Semoga engkau jaya dan berbahagia.”
            Maya dan Arjuna saling berpeluk-pelukan. Yudisthira menghormati Maya dengan banyak pemberian dan mengucapkan selamat jalan kepadanya.
            Pada suatu hari yang baik, Pandawa memasuki balai paseban itu. Sedekah-sedekah dibagi-bagikan dengan berlimpah-limpah kepada orang-orang miskin dan kepada para Brahmana. Adalah sebuah pesta besar di kota seperti di kota Indra.
            Kemasyhuran balai paseban itu tersebar jauh meluas. Orang-orang dari seluruh dunia datang untuk melihatnya. Para rhsi datang dari pegunungan-pegunungan yang jauh untuk melihat balai paseban itu. Semua raja berdatangan kecuali anak-anak Dritarasthra. Beberapa pangeran-pangeran muda yang datang ke sana lalu terus belajar panah memanah dari Arjuna. Kepala dari murid-murid itu ialah Satyaki. Namanya yang lain ialah Yuyudana. Dia adalah saudara sepupu Krishna. Kawan lama Arjuna yang bernama Citrasena ada tinggal di sana bersama-sama dengan Pandawa. Pandawa berbahagia sekali. Subadra sekarang telah menjadi ibu seorang anak. Namanya ialah Abimanyu. Draupadi sudah menjadi seorang ibu dari lima orang anak, masing-masing dari lima orang Pandawa itu. Putra Yudisthira ialah Pratiwindya. Putra sang Bhima ialah Sutasoma. Putra Arjuna bernama Srutakarman. Putra Nakula ialah Sataneka. Putra Sahadewa ialah Srutasena.
            Kunti sekarang yakin bahwa putra-putranya sudah kuat dan aman. Mereka sangat kuat. Tidaklah mungkin bagi seseorang untuk mencelakakan anak-anak Kunti. Dia memikirkan tentang hari-hari yang mengikuti kebakaran rumah lilin, bulan-bulan pada saat mereka tinggal di Ekacakra di mana mereka meminta-minta makanan.semua hari-hari yang gelap itu sudah selesai. Matahari sudah terbit. Mereka selamat. Selamat dari semua pikiran-pikiran jahat Duryodhana dan Sakuni.
            Perdamaian ini adalah pelelap sebelum angin rebut, hujan lebat, petir dan halilintar datang. Tidak seorang pun yang tahu tentang itu. Hanya beberapa bulan lagi saja Pandawa harus mengembara lagi ke seluruh permukaan bumi. Babak ke tiga dari malapetaka itu akan dimulai, dalam barisan kehidupan, beberapa contoh peristiwa, maju ke depan seperti batu tanda tiap-tiap mil. Mereka seperti tonggak batas. Tetapi kita tidak mengenal mereka seperti itu sampai kita melaluinya dan melihat ke belakang.
            Demikianlah jalan masuk Draupadi ke dalam kehidupan Pandawa. Demikianlah pintu masuk Krishna ke dalam kehidupan mereka. Demikian juga adanya, jalan masuk Narada.
(terjemahan I Gusti Made Widia, Sabha Parwa, april 1995)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar