Krishna dan Arjuna
telah meninggalkan batang kayu dan berjalan menuju ke perkemahan. Dengan tiba-tiba
mereka mendengar suara Maya. Dia menjatuhkan dirinya di kaki mereka.
Katanya: “Engkau telah menganugerahi hidupku. Aku adalah
Maya ahli bangun-bangunan bangsa Asura. Aku akan memperlebatkan rasa terima
kasihku dalam suatu cara. Aku mau melakukan sesuatu untukmu sebagai ganti
hidupku.”
Arjuna tersenyum kepadanya dan berkata,” Aku berbahagia
aku dapat melakukan ini untukmu. Aku tak mengingini keuntungan darimu. Itu adalah
dasar pokokku untuk tidak memperoleh apa-apa dari perbuatan baikku.”
Dia akan pergi. Lagi dia berkata,” Engkau tidak berhutang
budi kepadaku. Sekarang kita adalah kawan baik. Aku puas dengan itu.”
Dia berpaling untuk pergi. Tetapi Maya tidak berubah
hatinya.
Katanya,” Itu hanya benar kalau engkau berkata seperti
ini. Aku tidak mau melakukan sesuatu sebagai pembalasan kebaikan hatimu. Aku mau
melakukan sesuatu untuk memperlihatkan rasa terima kasihku,” Arjuna masih tidak
mau menerima sesuatu darinya. Tetapi dia melihat Maya bertulus hati. Arjuna berpikir
sebentar dan berkata: “Aku tidak mau menerima sesuatu untuk diriku sendiri. Tetapi,
pada waktu yang sama aku membuat engkau senang. Itu akan membuat aku senang
sekali.”
Maya memandang kepada Krishna dengan mengharap-harap dan
menunggu dia berbicara.
Krishna, penjelmaan Wishnu, telah dilahirkan ke dunia
dengan maksud menegakkan Dharma. Krishna tahu bahwa waktunya sudah tiba saat
dunia harus dilenyapkan dari penderitaannya. Dia adalah Narayana,dan Arjuna
adalah Nara. Mereka telah lahir ke bumi untuk tujuan tertentu. Ibu Pertiwi
telah mengeluh ke padanya bahwa dia tidak tahan menanggung beban dosa lebih
lama. Dia telah meyakinkan kepadanya bahwa dia akan datang kepadanya. Dalam mata
bathinnya dia melihat masa depan di dunia. Dia melihat medan Kurusetra ditaburi
oleh mayit-mayit raja-raja di dunia. Dia mengingat janjinya kepada ke dua
pengiringnya yang dicintainya Jaya dan Wijaya. Mereka telah dilahirkan ke bumi
sebagai Hiranyaksipu. Dia telah membunuh mereka. Mereka telah lahir sebagai
Rawana dan Kumbakarna. Dia telah membunuhnya. Sekarang dalam kelahiran mereka
ketiga dan hidupnya terakhir di bumi sebagai Sisupala dan Dantawaktra. Dia harus
menganugerahi mereka pembebasan dari ikatan mahluk manusia ini. Krishna memikirkan
semua hal ini dan mulai perbuatan penghancuran.
Krishna kelihatan berpikir sebentar.
Katanya: “Engkau berkata bahwa engkau adalah ahli bangun-bangunan.
Yudisthira adalah mulia bagiku. Aku akan senang kalau engkau mendirikan sebuah
istana untuknya. Pasebannya harus unik. Engkau dapat melakukan ini untuk
Yudisthira. Itu akan membuat senang aku dan Arjuna juga kalau kamu melakukan
ini.”
Maya sangat berbahagia pada waktu berpikir bahwa dia
dapat melakukan sesuatu untuk mereka. Dia merencanakan dalam mata bathinnya
balai paseban yang besar itu dirikan untuk Yudisthira.
Mereka tiba di Indraprasta. Mereka menceritakan
peristiwa-peristiwa yang menggemparkan kepada Yudisthira. Mereka menghadapkan
Maya kepadanya dan menceritakan kepadanya tentang balai paseban yang dia bangun
untuknya.
Yudisthira menyambutnya dan menghormatinya. Maya senang
sekali akan dirinya. Dia merundingkan rencana balai paseban itu dengan Pandawa
dan Krishna.
Pada suatu hari yang baik, Maya memulai pembangunan
istana yang besar yang terkenal kemudian sebagai Mayasabha.
Krishna mendekati Yudisthira dengan permintaan bahwa dia
harus diijinkan kembali ke Dwaraka. Banyak hari telah dilalui sejak dia datang
ke sana, ke Indraprasta. Mereka semua tidak membiarkannya pergi. Yudisthira berkata,
“ Tuanku, engkau adalah bintang yang menuntun perahu kehidupan kami menuju ke
kesalamatan. Engkau telah memberi kami segala-galanya. Bagaimana kami dapat
menyetujui engkau meninggalkan kami? Engkau adalah hidup kami. Engkau adalah
segala-galanya. Engkau mengatur pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan kami. Engkau
harus selalu bersama kami, menuntun kami ke jalan yang ebnar. Kami akan
kehilangan tanpa engkau.”
Krishna meyakinkan Yudisthira bahwa dia akan selalu
berada di sana dengan mereka. Dia akan datang kapan saja mereka datang
menjemputnya.
Dia mengucapkan selamat tinggal kepada semua mereka satu
persatu, bibinya Kunti, saudara-saudara yang lebih tua, Draupadi dan Subadra.
Keretanya yang dikusiri oleh Daruka, sudah ada di pintu
gerbang istana. Krishna memandang kepada Subadra dengan senyuman menggoda dan
berkata. “ Aku kira aku bisa mengambil keretaku sekarang! Dia sudah memenuhi
kewajibannya dan engkau tidak memerlukannya lagi.
Dengan kata-kata perpisahannya ini, Krishna menaiki
kereta. Subadra masih malu-malu. Yudisthira menyuruh Duraka turun dari kereta. Dia
duduk di tempat duduk sais. Yudisthira mengambil tali kekang dari tangannya dan
sebagai adat kebiasaannya, mengendarai kereta sebentar. Ini sudah menjadi
kebiasaannya kapan saja Krishna pergi dari mereka.
Arjuna dan Bhima berdiri mengapit Krishna dengan kayu
cemara terpegang di tangan mereka. Nakula dan Sahadewa memegang payung meneduhi
kepalanya. Ini adalah semua tanda dari kebiasaan Pandawa untuk menghormati
orang yang lebih berharga bagi mereka dari pada hidupnya. Krishna menerima
pelayanan ini dengan kasih sayang yang besar.
Kereta meluncur sampai jarak jauh. Pada waktu mencapai
pinggiran kota, Pandawa turun dari kereta. Krishna mengucapkan selamat tinggal
kasih sayang kepada saudara-saudaranya dan menuju ke arah Dwaraka. Saudara-saudara
itu berdiri dengan mata mengikuti arah kereta sehingga mereka tidak dapat
melihatnya lagi. Tetapi pikiran mereka mengikuti sampai ke kotanya. Mereka kembali
ke Indraprasta dengan pikiran mereka yang penuh dengan Krishna.
Maya sibuk dengan persiapan-persiapan untuk gedung
paseban. Dia mendekat Arjuna dan berkata: “Dekat gunung Kaliasa yang besar ada
sebuah danau bernama Bindusana. Di danau itu aku telah menanam tong yang berisi
banyak permata-permata yang berharga. Aku mau mempergunakannya untuk balai
paseban yang akan aku bangun sekarang. Aku akan pergi ke sana dan mengambilnya.
Aku mempunyai sebuah gada yang akan disukai oleh Bhima. Ada sebuah
kerang-kerangan yang bernama Dewadatta
yang akan disukai oleh kalian.”
Maya berpamitan kepada Arjuna dan pergi ke gunung
Kaliasa.
Bindusara adalah sebuah tempat yang suci di mana sungai
Gangga dibebaskan dari gelung rambut kusut Dewa Sangkara. Dia terus mengalir
tetes demi tetes. Demikianlah itu memberikan nama kepada danau. Dari danau ini
dia mengalir seperti tujuh arus : tiga menuju ke arah timur, tiga ke arah barat
dan arus yang ke tujuh mengikuti Bagirata. Tempat itu suci sebab berdekatan
dengan danau ini, dimana orang-orang suci Nara dan Narayana melakukan tapanya.
Maya sampai di tempat tersebut. Dia mengambil semua
batu-batu permata yang berharga yang dia simpan disana. Dia mengambil
kerang-kerangan dan gada. Dia mempunyai beberapa ratus budak yang membantunya
mengangkut batu-batu permata itu ke kota Indraprasta. Dia kembali ke kota dan
memberikan gada itu kepada Bhima. Dewadatta, kerang-kerangan itu, diberikan
kepada arjuna.
Maya mulai membangun balai paseban itu. Dia mau membuat
balai paseban yang paling bagus yang pernah terlihat di bumi. Untuk menyelesaikan
balai paseban itu mengambil waktu empat belas bulan. Betul-betul ciptaan yang
ajaib. Ia bahkan mengatasi Sudarma, balai paseban Indra, dalam keindahannya. Di
dalam kebun, kembang-kembang berbunga pada musimnya dan di luar musim. Ada teratai,
bunga-bunga ini hanya khusus untuk beberapa musim. Tetapi di Mayasaba mereka
semua berbunga bersama-sama.
Dinding-dinding balai paseban itu bercahaya dan
gemerlapan dengan batu-batu permata yang terpancang dibangun dengan demikian
rupa sehingga orang hanya dapat melihat cahaya dari batu-batu permata itu dan
bukan batu-batu permata kalau orang tidak melihatnya dengan sengaja.
Maya pergi kepada Pandawa dan mengatakan kepadanya bahwa
balai paseban itu sudah siap sekarang. Dia mengantarkan mereka berkeliling. Dia
menunjukkan kepada mereka keajaiban balai paseban yang besar itu. Mereka tidak
berkata-kata dengan kekaguman.
Maya bersiap-siap untuk berangkat. Dia berkata kepada
Arjuna: “ kereta kepunyaanmu ini adalah sama kuatnya dengan milik Surya dan
Agni. Kuda perang yang agung ini tidak ada tandingannya di seluruh dunia. Keretamu
mempunyai gambar kera sebagai panji-panjinya. Engkau akan masyhur seperti
Kapidwaya kelak. Disebabkan oleh kuda-kuda putihmu engkau akan masyhur dengan
nama Swetawahana. Semoga engkau jaya dan berbahagia.”
Maya dan Arjuna saling berpeluk-pelukan. Yudisthira
menghormati Maya dengan banyak pemberian dan mengucapkan selamat jalan
kepadanya.
Pada suatu hari yang baik, Pandawa memasuki balai paseban
itu. Sedekah-sedekah dibagi-bagikan dengan berlimpah-limpah kepada orang-orang
miskin dan kepada para Brahmana. Adalah sebuah pesta besar di kota seperti di
kota Indra.
Kemasyhuran balai paseban itu tersebar jauh meluas. Orang-orang
dari seluruh dunia datang untuk melihatnya. Para rhsi datang dari
pegunungan-pegunungan yang jauh untuk melihat balai paseban itu. Semua raja berdatangan
kecuali anak-anak Dritarasthra. Beberapa pangeran-pangeran muda yang datang ke
sana lalu terus belajar panah memanah dari Arjuna. Kepala dari murid-murid itu
ialah Satyaki. Namanya yang lain ialah Yuyudana. Dia adalah saudara sepupu
Krishna. Kawan lama Arjuna yang bernama Citrasena ada tinggal di sana
bersama-sama dengan Pandawa. Pandawa berbahagia sekali. Subadra sekarang telah
menjadi ibu seorang anak. Namanya ialah Abimanyu. Draupadi sudah menjadi
seorang ibu dari lima orang anak, masing-masing dari lima orang Pandawa itu. Putra
Yudisthira ialah Pratiwindya. Putra sang Bhima ialah Sutasoma. Putra Arjuna
bernama Srutakarman. Putra Nakula ialah Sataneka. Putra Sahadewa ialah
Srutasena.
Kunti sekarang yakin bahwa putra-putranya sudah kuat dan
aman. Mereka sangat kuat. Tidaklah mungkin bagi seseorang untuk mencelakakan
anak-anak Kunti. Dia memikirkan tentang hari-hari yang mengikuti kebakaran
rumah lilin, bulan-bulan pada saat mereka tinggal di Ekacakra di mana mereka
meminta-minta makanan.semua hari-hari yang gelap itu sudah selesai. Matahari sudah
terbit. Mereka selamat. Selamat dari semua pikiran-pikiran jahat Duryodhana dan
Sakuni.
Perdamaian ini adalah pelelap sebelum angin rebut, hujan
lebat, petir dan halilintar datang. Tidak seorang pun yang tahu tentang itu. Hanya
beberapa bulan lagi saja Pandawa harus mengembara lagi ke seluruh permukaan
bumi. Babak ke tiga dari malapetaka itu akan dimulai, dalam barisan kehidupan,
beberapa contoh peristiwa, maju ke depan seperti batu tanda tiap-tiap mil. Mereka
seperti tonggak batas. Tetapi kita tidak mengenal mereka seperti itu sampai
kita melaluinya dan melihat ke belakang.
Demikianlah jalan masuk Draupadi ke dalam kehidupan
Pandawa. Demikianlah pintu masuk Krishna ke dalam kehidupan mereka. Demikian juga
adanya, jalan masuk Narada.
(terjemahan I Gusti Made Widia,
Sabha Parwa, april 1995)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar