Ketika semua profesi
menuntut profesionalitas, satu diantaranya persyaratan kompetensi, begitu juga
profesi wartawan.
Uji dan lulus kompetensi menjadi syarat memperoleh
sertifikat. Persatuan wartawan Indonesia ingin anggotanya bekerja professional.
Saat ini sudah 120 wartawan dan 100 wartawan senior mengantongi sertifikat, 500
lainnya sedang mengikuti pelatihan. Ditargetkan tahun lalu, 1000 sertifikat dan
tahun ini 5000 sertifikat.
Program sertifikat diperlukan untuk mengantisipasi
perubahan bisnis yang kompetitif. Strategi sumber daya manusia berbasis
kompetensi, syaratnya kreatifitas, kecerdasan intelektual, dan prestasi. Ketika
hari-hari ini pers dan media kebanjiran isu, profesionalitas menjadi semakin
penting. Apalagi tidak ada persoalan dengan urusan kebebasan pers. Bermedia
dalam era triple M (multiplatform, multichannel, multimedia) perlu lebih bijak
dan cerdas memilih, memilah, dan jeli menyampaikan.
Semua peristiwa transparan. Tinggal media sendiri memberikan
bingkai, atau lebih tepat memberikan makna, termasuk juga memilih tidak
menyiarkan. Tidak hanya faktor materi, cara menyampaikan pun dipertimbangkan.
Adagium klasik Marshall McLuhan, “berita itu eksistensi
masyarakat”, memperoleh pembenaran. Tak ada yang ditutupi, semua terbuka dan
boleh. Masalahnya media sebagai “pendidik masyarakat” perlu cerdas. Tidak semua
peristiwa disampaikan kepada publik, termasuk tak selalu cara serba “apa
adanya” bisa dipertanggungjawabkan.
Profesi jurnalistik menuntut lebih dibandingkan profesi
lain. Selain perpaduan idealisme dan bisnis, profesi ini juga menuntut
keterlibatan emosi tinggi; sesuatu yang memungkinkan sosok pemegang profesinya
sulit dipahami atau malah “cengeng” sebab barangkali sesuatu tuntutan professional
terus “menggoyang-goyangkan tubuh” agar tidak merasa mapan, misalnya.
Mengetahui lebih banyak latar belakang, tentu lebih
menguntungkan untuk mendudukkan soal. Karena profesinya berhadapan dengan
kemapanan dan bersentuhan dengan jati diri kekuasaan yang cenderung koruktif,
media akrab dengan potensi kekerasan. Kekerasan terhadap wartawan masih sering
terjadi di tengah konflik ataupun tidak.
Sertifikasi kompetensi tak hanya otokritik dan upaya
meningkatkan mutu, tetapi juga ajakan mematuhi kode etik jurnalistik. Pengakuan
dan apresiasi pada profesi jurnalistik jangan dituntut dari luar pemegang
profesi-tidak hanya wartawan, tetapi juga infrastruktur komplementer
lain-tetapi dikembangkan para pemegang profesi sendiri.
Menyadari tugas profesi wartawan semakin berat dan
bertali-temali, insane pers kita, merayakan hari pers nasional 2012. Kemajuan
tehnologi informasi hendaknya tidak menjadi kendala, tetapi komplementer
menyampaikan kebenaran, mengkritik, termasuk mengembangkan bisnis media sebagai
bagian integral dari jati diri idealismenya.
Sumber: tajuk rencana
kompas 9 februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar