Sabtu, 18 Februari 2012

ROMANSA SAIDI


7. cinta ini bukan titah air soma para dewa

Cinta yang seterusnya berlanjut di luar dugaan, dari satu gadis, menuju dua perempuan. Entah cinta lepasan ataukah cinta sisa-sisa remahan. Janda ataukah gadis sama saja dalam mengecap dahaga sesaat. Dan inilah komunikasi tersumbat. Belajar memahami seorang Ukang, menghampiri Heni, hingga melahirkan benih angan dalam percintaan ganjil di luar kehendak.
Seandainya Saidi bak titah air soma para dewa yang dititahkan sang raja Saryati, begitulah Saidi memulas warna mukanya seolah elok sang maha rsi Chyawana. Merasa jadi muda kembali disaat-saat tiba masa tuanya. Serta merta merasa tua bercinta dalam asmaranya yang kelam. Namun selalu menginginkan keabadian Chyawana mengeram air soma. Menginginkan hari nan elok rupawan. Berpikir demikian karena Saidi bak raja Saryati  yang mampu membelai ke empat ribu orang istri-istrinya. 
Kembali pada Ukang, ceritanya begini, hmmm menurut cerita seorang teman, manakala Ukang remajanya remaja ngial, punya masa-masa tersendiri yang entah tabiat apa membuahkan rasa pada sang guru yang telah beristri. Sang guru Saidi mulai belajar nakal. Membungah rasa pada ruas asmara yang menikam jantungnya terdalam. Saidi mulai mengencani sang muda-belia dari cinta yang bermula di sudut sebuah tata usaha sekolah. Terkatung-katung dalam ketakberdayaan. Termangu dalam angan, melahirkan kenangan tak terduga.
Karena lamunannya pergi ke lain hati, tentu pula menjadi keheranan segenap keluarga manakala mengetahui betapa tergila-gila pada bapak guru Saidi. Tidak mampu ditawar-tawar, maka berkecamuk keluarga besarnya memburu dan bukan saja berkeinginan untuk membunuh, bahkan pula kalau sekiranya bisa mencincang habis tubuhnya yang kecil kurus.
Dapat dibayangkan kalau seorang manusia mencincang manusia, bahkan mungkin pada jaman itu sudah hadir istilah mutilasi. Dapat dibayangkan kalau semua peristiwa itu terjadi, maka Saidi-lah korban pertama yang mengecam homo homini lupus itu berlangsung.
Tapi memang demikianlah adanya kalau hidup ini dipenuhi segala sifat serigala, karena sesungguhnya serigala itu sendiri adalah Saidi yang punya andil memulai hidupnya. Serigala-serigala lainnya yang dipaksa untuk ikut beringas. Dan bahkan mungkin Saidi-lah yang akan memulai sorotan itu seandainya bukan karena senggeger menyelamatkan hidupnya. Sang pemburu memburu ular hijau. Saidi licin bagai belut. Sembarang lobang dia masuki sebagai tempat persembunyian.
Sebagaimana kelihaiannya memburu lubang-lubang kegelapan setiap betina yang menjadi gelegak irama senggamanya nan tak lepas-lepas. Tidak ada yang sisa. Semua lubang menjadi pelarian. Para Keluarga yang siap menghakimi melepas geram.
Saidi oh Saidi. Sang guru dari titian kembir. Dari desa yang dulunya dianggap terpencil dari dunia pendidikan. Sang guru ketakutan terkencing-kencing. Belajar mengendalikan muka dengan cara bermuka-muka. Belajar memahami topeng dalam menyembunyikan peringai nan busuk. Belajar mengendalikan kemarahan orang lain dengan membeli keahlian sang dukun. Belajar memainkan angka-angka yang menggelontor di depan mata untuk memainkan aplikasi. Belajar mengeja kata-kata yang tepat buat penyusunan proposal serta merta belajar membangkitkan kepercayaan orang-orang agar mereka tidak mengetahui wajah sesungguhnya di balik topeng yang dia kenakan.
Seandainya dia ketemu maka matilah terbantai kemarahan keluarga sang dara muda yang hilang masa depannya oleh ulah bejat Saidi. Ketika berjumpa dalam pertemuan yang telak. Saidi tidak mampu menolak. Dipinang siri untuk menjaga prebawa kehormatan keluarga besar. Senang, tentu senang Saidi mengeram janin tak terkontrol. Geram tentu geram Sahatun yang pernah berupaya menjalin masa depan.
Semua menjadi sia-sia…….. Nasi telah membubur sehangat cinta tahi ayam. Hanya hangat di luarnya saja. Saidi yang ibarat Wisrawa yang gagal mumpuni para siswa-siswi anak didik nusa dan bangsa. Namun dia bukan Begawan. Lebih tepat disebut don juan yang mencoba perkakas segala bentuk pernik-pernik senggeger.
Senggeger yang mampu membuat perempuan terkulai lemah. Senggeger yang mampu membuat perempuan ketagihan. Senggeger yang mampu membuat perempuan termudahkan. Senggeger yang mampu menampik moralitas sebagai ranjang kebebasan dalam merebut birahi cinta siluman. Sekali lagi, namanya cinta tahi ayam. Yang hangat sesaat. Di luarannya saja.
Namun sang guru Saidi tetaplah guru ortodok Titian Kembir, yang ketumbenan belajar pernik gemerlap. Di balik rok seseorang yang disukai. Bahkan mungkin suka tanpa celana dalam. Dengan demikian ternyata Saidi tidak mampu menerapkan ajaran seorang guru yang bijak. Bukan pula Saidi yang Sahid nan asetik yang meninggalkan fakta keduniawian kalau masih ngelongsor oleh paha padat perempuan. Paha putih mulus. Semulus tanpa koreng.
Bukan!
Dengan demikian, ternyata Saidi bukanlah seorang guru tulen. Karena memang benar-benar takut melarat. Terlebih kebutuhan finansialnya yang berbau urgen. Dengan demikian maka ternyatalah Saidi bukanlah tokoh yang mematutkan diri sebagai Abiyasa, pepunden Pandawa yang maha agung wicaksana jauh dari jangkauan gemerlap duniawi.
Bukan!
Dia tidak pantas menyandang gelar itu, kendati sekolah tinggi-tinggi untuk melengkapi nama yang tertulis nantinya di batu nisan kematian. Saidi hanya guru dari Titian Kembir yang miskin idealisme dengan memperkaya celoteh berbau mirip dengusan kerbau yang memang benar-benar berbau khas pedesaan yang masih kental dalam alam ortodok.
Namun jangan kaget kalau pikiran naturalnya butuh kehangatan sex yang panas, kendati jarang nonton video porno, namun jangan heran kalau pada kenyataannya dialah pemeran tunggal adegan-adegan porno yang sebenarnya terjadi selama ini.
Sebuah adegan terselubung dengan menyimpan gadis-gadis cantik. Bahkan istri teman pun diembat semau-maunya. Teman-teman organisasinya banyak, teman-teman sesama pengajar banyak, jangan tanya para pejabat-pejabat dinas pendidikan. Hampir paham benar.
Pada akhirnya setiap bertemu tatap muka dengan sejawat sesama lembaga di jajaran PKBM akan memanggilnya dengat sebutan santun. Mister Senior hehehe maksudnya senang istri orang, itu singkatannya lho. Saidi guru yang dijuluki sang senior yang senang istri orang. Wow?
            Tidak!
Tapi itu gunjingan diam-diam mengenai dirinya yang sudah tidak malu-malu lagi telah melarikan istri orang, bahkan hebatnya sudah hamil dibuatnya secara perlahan-lahan. Hamil yang diam-diam. Hamil yang tidak terpaksa, namun dipaksa untuk menjauhkan dari rumah tangga temannya sendiri. Cara kurang etis dalam menghancurkan rumahtangga orang lain dengan tindakan sangat licik. Saidi memang licik, kalau melihat perawakannya yang pendek, tapi oh, lihatlah matanya.
Matanya menyimpan sejuta kelicikan musang. Mata yang senantiasa memburu. Itulah bagian lain dari kelicikan di balik statusnya sebagai seorang guru. Itulah bagian lain dari kelicikannya di balik kedisiplinannya mengatur dalam strateginya meneladani orang-orang di kampungnya.
Semula kitapun berpikir kalau kebanyakan dari kita adalah orang-orang bodoh yang termakan kata-katanya yang manis. Dia pintar bertutur demikian manisnya, seolah-olah sudah mampu mempengaruhi orang lain, eitttt nanti dulu.
Siapakah yang terkecoh? Apakah perempuan yang telah mampu dia raih. Bisa jadi.. Bisa jadi perempuan yang sekarang mampu dibuatnya hamil dan ternyata ada yang tersentak kaget, ialah mantan suaminya dari perempuan yang direngut Saidi. 
Lelaki itu bernama Amsiah,
Oh, bukan..!
Amdal ?
Wow, salah ..!
atau barangkali Nurman?
Tidak. Tidak!!!
Mahsis..??
Bisa jadi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar