7.
cinta
ini bukan titah air soma para dewa
Cinta yang seterusnya berlanjut di luar
dugaan, dari satu gadis, menuju dua perempuan. Entah cinta lepasan ataukah
cinta sisa-sisa remahan. Janda ataukah gadis sama saja dalam mengecap dahaga
sesaat. Dan inilah komunikasi tersumbat. Belajar memahami seorang Ukang,
menghampiri Heni, hingga melahirkan benih angan dalam percintaan ganjil di luar
kehendak.
Seandainya Saidi bak
titah air soma para dewa yang dititahkan sang raja Saryati, begitulah Saidi
memulas warna mukanya seolah elok sang maha rsi Chyawana. Merasa jadi muda
kembali disaat-saat tiba masa tuanya. Serta merta merasa tua bercinta dalam
asmaranya yang kelam. Namun selalu menginginkan keabadian Chyawana mengeram air
soma. Menginginkan hari nan elok rupawan. Berpikir demikian karena Saidi bak
raja Saryati yang mampu membelai ke
empat ribu orang istri-istrinya.
Kembali pada Ukang,
ceritanya begini, hmmm menurut cerita seorang teman, manakala Ukang remajanya
remaja ngial, punya masa-masa tersendiri yang entah tabiat apa membuahkan rasa
pada sang guru yang telah beristri. Sang guru Saidi mulai belajar nakal. Membungah
rasa pada ruas asmara yang menikam jantungnya terdalam. Saidi mulai mengencani
sang muda-belia dari cinta yang bermula di sudut sebuah tata usaha sekolah.
Terkatung-katung dalam ketakberdayaan. Termangu dalam angan, melahirkan
kenangan tak terduga.
Karena lamunannya pergi
ke lain hati, tentu pula menjadi keheranan segenap keluarga manakala mengetahui
betapa tergila-gila pada bapak guru Saidi. Tidak mampu ditawar-tawar, maka
berkecamuk keluarga besarnya memburu dan bukan saja berkeinginan untuk
membunuh, bahkan pula kalau sekiranya bisa mencincang habis tubuhnya yang kecil
kurus.
Dapat dibayangkan kalau
seorang manusia mencincang manusia, bahkan mungkin pada jaman itu sudah hadir
istilah mutilasi. Dapat dibayangkan kalau semua peristiwa itu terjadi, maka
Saidi-lah korban pertama yang mengecam homo homini lupus itu berlangsung.
Tapi memang demikianlah
adanya kalau hidup ini dipenuhi segala sifat serigala, karena sesungguhnya
serigala itu sendiri adalah Saidi yang punya andil memulai hidupnya.
Serigala-serigala lainnya yang dipaksa untuk ikut beringas. Dan bahkan mungkin
Saidi-lah yang akan memulai sorotan itu seandainya bukan karena senggeger
menyelamatkan hidupnya. Sang pemburu memburu ular hijau. Saidi licin bagai
belut. Sembarang lobang dia masuki sebagai tempat persembunyian.
Sebagaimana
kelihaiannya memburu lubang-lubang kegelapan setiap betina yang menjadi gelegak
irama senggamanya nan tak lepas-lepas. Tidak ada yang sisa. Semua lubang
menjadi pelarian. Para Keluarga yang siap menghakimi melepas geram.
Saidi oh Saidi. Sang
guru dari titian kembir. Dari desa yang dulunya dianggap terpencil dari dunia
pendidikan. Sang guru ketakutan terkencing-kencing. Belajar mengendalikan muka
dengan cara bermuka-muka. Belajar memahami topeng dalam menyembunyikan peringai
nan busuk. Belajar mengendalikan kemarahan orang lain dengan membeli keahlian
sang dukun. Belajar memainkan angka-angka yang menggelontor di depan mata untuk
memainkan aplikasi. Belajar mengeja kata-kata yang tepat buat penyusunan proposal
serta merta belajar membangkitkan kepercayaan orang-orang agar mereka tidak
mengetahui wajah sesungguhnya di balik topeng yang dia kenakan.
Seandainya dia ketemu
maka matilah terbantai kemarahan keluarga sang dara muda yang hilang masa
depannya oleh ulah bejat Saidi. Ketika berjumpa dalam pertemuan yang telak.
Saidi tidak mampu menolak. Dipinang siri untuk menjaga prebawa kehormatan
keluarga besar. Senang, tentu senang Saidi mengeram janin tak terkontrol. Geram
tentu geram Sahatun yang pernah berupaya menjalin masa depan.
Semua menjadi
sia-sia…….. Nasi telah membubur sehangat cinta tahi ayam. Hanya hangat di
luarnya saja. Saidi yang ibarat Wisrawa yang gagal mumpuni para siswa-siswi
anak didik nusa dan bangsa. Namun dia bukan Begawan. Lebih tepat disebut don juan
yang mencoba perkakas segala bentuk pernik-pernik senggeger.
Senggeger yang mampu
membuat perempuan terkulai lemah. Senggeger yang mampu membuat perempuan
ketagihan. Senggeger yang mampu membuat perempuan termudahkan. Senggeger yang
mampu menampik moralitas sebagai ranjang kebebasan dalam merebut birahi cinta
siluman. Sekali lagi, namanya cinta tahi ayam. Yang hangat sesaat. Di luarannya
saja.
Namun sang guru Saidi
tetaplah guru ortodok Titian Kembir, yang ketumbenan
belajar pernik gemerlap. Di balik rok seseorang yang disukai. Bahkan mungkin
suka tanpa celana dalam. Dengan demikian ternyata Saidi tidak mampu menerapkan
ajaran seorang guru yang bijak. Bukan pula Saidi yang Sahid nan asetik yang
meninggalkan fakta keduniawian kalau masih ngelongsor
oleh paha padat perempuan. Paha putih mulus. Semulus tanpa koreng.
Bukan!
Dengan demikian,
ternyata Saidi bukanlah seorang guru tulen. Karena memang benar-benar takut
melarat. Terlebih kebutuhan finansialnya yang berbau urgen. Dengan demikian
maka ternyatalah Saidi bukanlah tokoh yang mematutkan diri sebagai Abiyasa,
pepunden Pandawa yang maha agung wicaksana jauh dari jangkauan gemerlap
duniawi.
Bukan!
Dia tidak pantas
menyandang gelar itu, kendati sekolah tinggi-tinggi untuk melengkapi nama yang
tertulis nantinya di batu nisan kematian. Saidi hanya guru dari Titian Kembir
yang miskin idealisme dengan memperkaya celoteh berbau mirip dengusan kerbau
yang memang benar-benar berbau khas pedesaan yang masih kental dalam alam
ortodok.
Namun jangan kaget kalau
pikiran naturalnya butuh kehangatan sex yang panas, kendati jarang nonton video
porno, namun jangan heran kalau pada kenyataannya dialah pemeran tunggal
adegan-adegan porno yang sebenarnya terjadi selama ini.
Sebuah adegan
terselubung dengan menyimpan gadis-gadis cantik. Bahkan istri teman pun diembat
semau-maunya. Teman-teman organisasinya banyak, teman-teman sesama pengajar
banyak, jangan tanya para pejabat-pejabat dinas pendidikan. Hampir paham benar.
Pada akhirnya setiap
bertemu tatap muka dengan sejawat sesama lembaga di jajaran PKBM akan
memanggilnya dengat sebutan santun. Mister Senior hehehe maksudnya senang istri
orang, itu singkatannya lho. Saidi guru yang dijuluki sang senior yang senang
istri orang. Wow?
Tidak!
Tapi itu gunjingan
diam-diam mengenai dirinya yang sudah tidak malu-malu lagi telah melarikan
istri orang, bahkan hebatnya sudah hamil dibuatnya secara perlahan-lahan. Hamil
yang diam-diam. Hamil yang tidak terpaksa, namun dipaksa untuk menjauhkan dari
rumah tangga temannya sendiri. Cara kurang etis dalam menghancurkan rumahtangga
orang lain dengan tindakan sangat licik. Saidi memang licik, kalau melihat
perawakannya yang pendek, tapi oh, lihatlah matanya.
Matanya menyimpan
sejuta kelicikan musang. Mata yang senantiasa memburu. Itulah bagian lain dari
kelicikan di balik statusnya sebagai seorang guru. Itulah bagian lain dari
kelicikannya di balik kedisiplinannya mengatur dalam strateginya meneladani
orang-orang di kampungnya.
Semula kitapun berpikir
kalau kebanyakan dari kita adalah orang-orang bodoh yang termakan kata-katanya
yang manis. Dia pintar bertutur demikian manisnya, seolah-olah sudah mampu
mempengaruhi orang lain, eitttt nanti dulu.
Siapakah yang terkecoh?
Apakah perempuan yang telah mampu dia raih. Bisa jadi.. Bisa jadi perempuan
yang sekarang mampu dibuatnya hamil dan ternyata ada yang tersentak kaget,
ialah mantan suaminya dari perempuan yang direngut Saidi.
Lelaki itu bernama
Amsiah,
Oh, bukan..!
Amdal ?
Wow, salah ..!
atau barangkali Nurman?
Tidak. Tidak!!!
Mahsis..??
Bisa jadi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar