Prabhu
Yudhistira
menarik napas berat dan diam sejenak. Beliau berpikir dalam hati, “ Aku telah
mendengar tentang kewajiban orang menjadi raja, demikian pula kebenaran tentang
kewajiban orang lain (catur warna) yang berbeda-beda. Karena aku mengetahui
jalan yang benar dari kebajikan itu, yang sesungguhnya amat sukar dan sulit
untuk dipahami, bagaimanakah aku dapat mengurangi kekuatan kebajikan itu?
Beliau lalu berkata kepada Bhima, “Memang tepat apa yang
dinda katakana. Tetapi dengarkanlah perkataan lain yang kanda ucapkan ini :
seorang keshatriya bukan saja harus mampu memusnahkan musuh yang ada di luar
dirinya, melainkan wajib pula mampu membasmi musuhnya yang ada di dalam hati
keshatriyanya itu sendiri, yang menggelora dalam kalbunya!
Sebab perbuatan dosa apapun, bila orang berusaha
menyempurnakan atau menghapus dosa itu, tergantung atas kemampuannya
masing-masing, selalu merupakan pangkal kesaktian. Tetapi Bhima janganlah lupa,
bahwa apa saja (pekerjaan apa saja), bila dimulai dengan benar, dengan laksana
yang baik, dengan alat yang cukup, dan didahului dengan banyak pertimbangan,
niscaya pekerjaan itu berhasil baik. Tuhan menolong rencana yang
diselenggarakan melalui cara demikian.
Dengarkanlah perkataan kanda tentang kesombonganmu, hai
Bhima, halaukanlah napasmu yang tidak kunjung padam itu. Setelah itu barulah
engkau dapat berpikir tenang. Bhurisrawa, Sala, Jalasandha yang kuat, Bhagawan
Bhisma, Dang Hyang Drona, Karna, Aswatama, Duryodhana, dan lain-lainnya sangat
sukar untuk dikalahkan. Dengan pasukan yang kuat mereka telah bersiap-siap
berperang melawan kita. Dan banyak raja-raja yang dulu pernah kita taklukkan
kini berpihak pada Kaurawa. Mereka itu telah diberi hadiah harta benda oleh
Duryodhana. Karena itu mereka akan berperang habis-habisan untuk membela
Duryodhana, dan bersedia menjadi yadnya (kurban) bagi kepentingan Duryodhana.
Dari pihak Bhagawan Bhisma, Dang Hyang Drona, Bhagawan Kripa, kita tidak dapat
banyak mengharapkan pertolongan, karena mereka berlaku sama adilnya, baik
kepada kita maupun terhadap Kaurawa. Mereka semuanya terhitung pahlawan perang
utama dan patuh kepada terlaksananya kebajikan. Kanda kira, bahwa mereka tidak
bisa dikalahkan oleh siapapun juga, bahkan oleh Dewa-Dewapun tidak.
Ada lagi diantara mereka itu, ialah Karna, pahlawan dari
semua pahlawan. Sebelum mereka itu tewas semua, bagaimanakah kita dapat
menewaskan Duryodhana? Aduhai, Bhima. Kanda tidak dapat tidur memikirkan
keahlian putra Suta (Karna) dalam ilmu menggunakan senjata.!”
Setelah mendengar perkataan Prabhu Yudhistira itu, Bhima
yang selalu terburu napsu, dapat mengetahui akan mara-bahaya yang mengancam,
apabila maksudnya itu dilakukan. Iapun tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Dan sementara asyik memperbincangkan masalah yang rumit
itu, tiba-tiba datanglah sanyasa agung Bhagawan Byasa, putra Dewi Setyawati.
Sesudah Pandawa menghaturkan sembah-baktinya, Bhagawan Byasa lalu berkata, “
aku tahu, apa yang terkandung dalam hatimu. Kekhawatiranmu hatimu melawan
pahlawan Kaurawa yang akan kuhilangkan. Berkawanlah dengan kesabaran dan
setelah mendapat kesabaran itu, hai Raja, padamkanlah dengan segera panas
hatimu dengan segera!”
Bhagawan Byasa lalu mengajak Prabhu Yudhistira ke tempat
yang sepi (di suatu sudut) dan berkata, “ Saatnya telah tiba untuk kebahagiaan
anaknda (dalam peperangan). Aku mengajarkan anaknda pengetahuan yang bernama
“Pratismirti”, karena aku tahu bahwa anaknda dapat memahaminya. Jikalau (ilmu)
pengetahuan ini telah anaknda terima, berikanlah ia kepada Arjuna. Dengan
pengetahuan itu Arjuna berhasil mencapai tujuannya. Mintalah kepada Arjuna agar
menghadap kepada Hyang Indra, Rudra, Waruna, Kuwera dan Yama untuk memohon
senjata dari mereka. Setelah memperoleh senjata-senjata itu dari Hyang
Lokapala, ia akan amat “sakti”. Bhagawan Byasa lalu minta diri dan gaiblah
beliau.
Pendawa
menjadi gembira lalu pindah ke hutan Kamyaka di pinggir sungai Saraswati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar