Sajak : DG.Kumarsana
Seandainya Bisma
tidak lahir
seandainya tidak ada negara Kasi dengan tiga
putrinya
sungai gangga tak pernah mengalir airnya
kenapa Bisma hadir memajang merentangkan busur
panah, kalau hanya lidah bisa menancapkan ketajaman maha kstaria di dada
musuhnya
tanah suci tetap jadi saksi sumpah dan seandainya
prabu dari negeri saubala tidak gentar
ataupun
ditaklukan di depan umum, maka tidak ada sumpah dendam terjadi dalam
reinkarnasi-phunarbawa dalam niat bercermin di atas air sungai gangga sang Dewi
Amba
wisik Hyang Maha Dewata Agung menanti kehadiran
putri prabu Drupada menyalak dendam
Bisma kenapa
brahmacarya
ketika duhai, dewi Amba tidak mampu menolak kultur
mengharapkan tumimbalnya memutar jaman
dewi Amba terombang ambing dalam legenda
Pinjamkan satu atau beberapa bagian tokoh
namun tetaplah sebuah cerita membawa kisahnya
sendiri-sendiri
sang kstaria tulen mengkebiri dirinya
dalam kekecewaan yang sarat
walau kebanyakan tidak percaya cinta tak
senantiasa menunjukan sorga
asmara tak senantiasa mendekatkan harumnya aroma
kebahagiaan
pada jalan-jalan semesta yang dianggap akhir
sebuah sengketa
Dewi Amba kenapa engkau membenamkan diri di kawah
pengharapan
:
asmara tak selalu pasti datangnya
kembalikan peristiwa itu
kembalikanlah!!
Benar
benar harus kembali lagi
sebelum terjadi pertemuan antara Bisma dan prabu Salva
namun
kenapa harus ada perseteruan yang malah kelak membumbui awal terjadi panah
tanda-tanda kurusetra ditatah menjadi sebuah pembaringan kehormatan bagi jiwa
yang pecah
Kekonyolan Dewi Amba mengharap segara terjadi
reinkarnasi
kekonyolan Srikandi yang tak menampik nasibnya
kegombalan Bisma
yang menganggap lidah tak pernah bercabang dan tidak memutar balik sejarah
bahwa sumpah lidah adalah bukan sembarang lidah memancangkan tulang
paceklik wibawa
– paceklik moral sang Dewi pada harapan tak sampai
tanah tanah
pertiwi
tanah tanah gagu melafalkan asmara berdarah sumpah
lidah
menjadikan tanah pertiwi tanah kuru yang
mengalirkan darah dalam airmata dendam, menjadi air bah dalam riwayat sebuah
cerita tak sampai
bak mata air kehidupan
melahirkan airmata kematian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar