Jumat, 17 Februari 2012

Senggeger jaran guyang (7) Sebuah novel DG Kumarsana


Rina menatap hamparan menghijau di depannya. Ashram yang menyenangkan dengan pohon-pohon di sekelilingnya demikian menghijau. Di kejauhan terlihat Gunung Agung menjulang tinggi. Dirinya seperti tengah berada di ketinggian puncak gunung itu. Seolah-olah terbang bersama awan yang menyelimuti hatinya yang perlahan-lahan terasa mulai pulih dalam kesadaran.
Rina takjub.
Tuhan maha besar!


------------***-----------

20 tahun yang lalu, Rina menikah dengan Nyoman Adi Sanjaya Putra. Tidak ada terbersit dalam hatinya untuk menikah lagi. Apalagi akan mencintai laki-laki lain. Ataupun berharap untuk dicintai laki-laki lain. Tidak sedikitpun angan-angan demikian terbersit di hatinya. Apa yang mau dicari lagi di sisi lain kebahagiaan hidupnya itu?  Anak-anak sudah tumbuh remaja. Hidupnya adalah untuk keluarga yang menyayanginya.
Totalitas kegiatan yang terhenti meninggalkan rutinitas masa-masa remaja yang pernah dilalui dengan penuh kegembiraan. Sebuah pelabuhan terakhir tempat menambatkan hati pada laki-laki yang jelas status sosial kemasyarakatannya. Jelas pekerjaannya. Jelas kehidupannya. Jelas latar belakang keluarganya. Dan yang pasti juga jelas penghasilannya dalam menafkahi dirinya. Baik itu secara lahir maupun bathin. Memang itu yang dia idam-idamkan selama ini. Sebagian mimpi-mimpinya sudah hampir terpenuhi. Tanpa suatu kesulitan yang berarti. Sepertinya memang tidak ada yang sulit.
Namun dia dan suaminya benar-benar tidak mampu untuk mengelak dari kenyataan pahit yang dilalui dalam hidupnya. Dihadapkan pada suatu permasalahan pelik yang di daerah Lombok lebih dikenal dengan sebutan senggeger, sebuah ilmu pengasih-asih yang mengedepankan fakta-fakta tidak berdasar dan sangat tidak ilmiah di luar logika otaknya yang waras. Badai nan maha dahsyat telah menghantam kehidupan rumah tangganya. Membuat otaknya jadi setengah miring dan sangat bodoh. Membuat dirinya jadi gila. Membuat dia seperti kembali menjadi seorang remaja yang lupa akan kehidupan berumah tangga.
Dukun yang berpredikat sinonim sebagai sang-supranatural menyebut pelet itu sejenis ilmu senggeger. Ya, mungkin seperti itulah ilmu pengasih-asih pengikat sukma asmara. Dengan mengucap mantra sesuai yang diberikan dukun senggeger, dibaca tiga kali berturut-turut serta mengoleskan sedikit minyak kecial di dahi dengan posisi lurus dan sekali di oleskan pada sepasang alis mata sambil membayangkan wajah wanita yang dituju. Reaksi yang muncul dari pembacaan mantra yang diberikan disertai minyak kecial itu lama kelamaan akan membuat wanita yang kena pengaruh akan bertingkah laku seperti seekor  kuda yang sangat binal. Itu berarti wanita yang diinginkan  sudah kena jaring. Dan segala apa yang menjadi keinginan lelaki yang memelet akan dituruti oleh si wanita tersebut. Bahkan justru sebaliknya wanitanya akan datang mencari laki-laki itu. Dia akan datang menyodorkan dirinya. Menyerahkan dirinya, apa maunya lelaki yang menginginkannya. Dia akan menjadi wanita yang pasrah dan penurut. Itu dia lakukan di luar kesadarannya sendiri walau hatinya bertentangan tidak menginginkan itu terjadi. Dia berlaku seperti orang binal. Jaran guyang, orang mengatakan. Pikirannya guyang paling, perasaannya tak menentu kalau belum bertemu laki-laki itu. Bagaimanapun buruk rupa seorang lelaki yang memelet dia, di hadapannya akan terlihat demikian sempurna seperti dalam tokoh pewayangan Arjuna yang berpenampilan sangat rupawan.
Omong-omong sampai pada soal yang menyangkut dukun. Semula Rina tak percaya yang namanya dukun. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan dukun itu tentang adanya ilmu pengasih-asih sejenis senggeger ini. Karena pengaruh ilmu dari haji Saidi menyebabkan suaminya terpaksa berkenalan dengan dukun. Dia tahu Nyoman orangnya tak kenal menyerah. Dia berusaha mencarikan obat pelawan pengaruh senggeger itu melalui pertolongan seorang dukun. Namun ternyata suaminya mengenal dan berkelana dari dukun satu ke dukun lain. Betul-betul berharap istrinya sembuh dari pengaruh itu.
Tuhan tak lebih hanya deretan pertanyaan-pertanyaan semata, tidak lebih. Pertanyaan-pertanyaan bodoh terlontar di bibirnya untuk meminjam jawab penghabisan. Mengapa harus ada cinta dalam hidup? Mengapa ada badai dalam rumah tangga? Siapa-siapa saja yang dapat jatah badai itu? Siapa pula yang boleh menolak datangnya badai? Kalau datangnya badai demikian dahsyat, bolehkah kita bernegosiasi agar jangan berdampak terlalu parah? Kalau sekarang kehidupan Rina yang kebagian jatah badai, bagaimana cara mendamaikan dan sedikit mengurangi pengaruh yang muncul akibat badai tersebut? Dan kalau memang ada, mengapa datangnya demikian mendadak dan tidak memberikan kesempatan buatnya untuk berpikir, mengelak ataupun melawan? Tuhan pasti tidak akan pernah mau menjawab. Atau Tuhan menjawab semua itu, hanya saja dia yang tidak mampu untuk mendengar. Begitu jauhnya pendengaran sehingga tak mampu menangkap bisikanNya. Mungkin saja Tuhan sudah memberi isyarat, hanya Rina tak mengerti sebuah isyarat. Itulah keterbatasan Rina. Sebuah pertanyaan yang sangat klise dari umatnya yang ditujukan padaNya.

1 komentar:

  1. Bagus sekali, bilamana ada yg sedang mencari pusaka atau mustika berkhodam dan bertuah dasyat, silahkan klik www.mustikapengasih.blogspot.com atau invite pin bb 2B2779DF ,garansi selamanya, semoga semua mahluk berbahagia ,terimakasih

    BalasHapus