Minggu, 12 Februari 2012

ARAN-YAKA PARWA (4)


Setelah Pandawa pergi dari ibu kota Hastina untuk menjalankan masa pembuangannya di dalam hutan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat, Prabhu Dritharstha bertanya kepada Arya Widura, “apakah yang patut kita perbuat supaya rakyat tetap setia kepada kita?”
            Arya Widura berdatang sembah seraya berkata,” kebijaksanaan yang patut diambil menurut hemat hamba ialah memanggil Pandawa pulang kembali, dan mengembalikan segala hak miliknya yang dahulu telah tuanku serahkan kepadanya. Suruhlah Sakuni meminta maaf kepadanya, suruhlah Dussasana meminta maaf kepada Dewi Draupadi, buatlah perdamaian antara putra Tuanku dengan Pandawa, sebelum Bhima-Arjuna memperoleh kesempatan untuk membalas dendam dan memusnahkan keturunan Tuanku. Dengan berbuat demikian, Tuanku akan menghindarkan kemusnahan keturunan darah Kuru dan Tuanku akan berbuat sesuatu yang utama!”
            Mendengar nasihat Arya Widura itu, Prabhu Dhritharasthra menjadi murka dan berkata, “ kata-katamu itu tidak menguntungkan kami, melainkan menguntungkan Pandawa semata-mata. Aku tidak menyetujui pertimbanganmu itu. Dengan membela Pandawa, berartilah engkau bukan sahabatku. Bagaimanakah aku menyisihkan putra-putraku sendiri, demi kejayaan Pandawa? Putraku adalah tiada berdosa dan Duryodhana lahir dari dalam badanku sendiri. Bijaksanakah orang yang menasihati itu kepadaku, agar aku merugikan diriku sendiri untuk kebaikan orang lain? Perkataanmu tidak jujur! Engkau boleh tinggal disini atau enyah dari sini dan pergi mengikuti kehendak hatimu, hai, Widura, bagaikan perempuan jalang yang meninggalkan suaminya!” Prabhu Dhristharasthra lalu bangkit dan masuk ke dalam tempat peraduannya setelah kata-kata itu diucapkannya.
            Arya Widura pun lalu bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Hastinapura. Beliau pergi menuju tempat Pandawa di hutan Kamyaka sambil berkata, “ keturunan Kuru ini akan musnah.”
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut Sangka, Kerambitan 24 oktober 1964)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar