Minggu, 19 Februari 2012

ARJUNABHIGAMANA PARWA(34)


Prabhu Yudisthira, Raja yang mempunyai jiwa luhur, tetap patuh kepada kebenaran. Sesaat kemudian dengan tenang beliau menyahut, “ Tidak ada kesangsian lagi, hai dinda, bahwa semua itu adalah kebenaran. Kanda tidak menghina dinda seperti kata-kata siksaanmu yang dinda umpatkan kepada kanda itu yang bagaikan anak panah yang sangat tajam menembus hatiku. Hanya oleh kebodohanmu sendirilah kemalangan dan kesusahan ini datang padamu. Kanda memasang batu dadu dengan maksud yang terburu-buru untuk mendapat kerajaan Duryodhana dengan kedaulatannya. Sebab itu jugalah Sakuni, putra Suwala, si tukang judi yang cerdik licik itu melawan kanda untuk kepentingan (atas nama) Duryodhana. Sakuni penghuni dari daerah yang berbukit-bukit melebihi kecerdikanku. Dalam permainan dadu di muka pertemuan dan tahu akan diri kanda tidak memiliki suatu kecerdikan apapun dalam peraduan itu, Sakuni mengalahkan daku dengan kecerdikannya.
            Itulah sebabnya, hai Bhima, kita mengalami nasib semalang ini, memegang batu dadu sesuai dengan kehendak Sakuni, maka seharusnyalah kanda dapat meneliti pikiran/indriaku. Kemarahan sesungguhnya menghilangkan kesabaran orang. Wahai, Bhima, pikiran tidak dapat dikuasai lagi, apabila pikiran itu dipengaruhi oleh dengki, suka melagak, pujian serta sombong dan angkuh.
            Kanda tidak menghina engkau dengan kata-kata seperti yang dinda ucapkan. Kanda hanya dengan cermat mempertimbangkan serta menentukan terlebih dahulu, apa yang bakal terjadi atas diri kita menjadi budak sahayanya, maka wahai Bhima, Draupadi sendirilah yang menyelamatkan kita.
            Tatkala ajakan bermain untuk kedua kalinya kita terima, maka dinda (Bhima) dan Arjuna telah mengetahui, apa yang telah dikatakan putra-putra Dhristharasthra kepada kanda di muka persidangan, yaitu untuk menentukan tentang taruhan dalam permainan itu. Perkataannya adalah,”Hai pangeran Ajatasatru (jika kalah) kanda akan tinggal bersama-sama saudara kanda atas kesaksian banyak orang,untuk masa dua-belas tahun lamanya di dalam hutan menurut pilihan kanda dan menjalani masa tahun yang ke tiga-belas dengan menyamar. Jikalau selama masa ketentuan yang tersebut terakhir ini, mata-mata kami mendengar berita tentang diri kanda dan berhasil menemukan kanda, maka kanda harus kembali lagi tinggal dalam hutan selama waktu yang sama, dan juga sesudah itu menjalani masa tahun ketigabelas dengan menyamar.
            Jikalau hal ini sudah jelas bagi kanda, maka pergunakanlah diri kanda sebagai jaminan. Oleh karena maksud kami sendiri baik, maka kami berjanji dengan jujur di dalam persidangan Kuru ini, bahwa bila kanda dapat menjalani masa waktu itu, membinasakan mata-mata kami dan selamat tidak ditemukan oleh mereka, lalu, hai Pandawa, kerajaan dari lima sungai (Punyab? ) ini kembali lagi menjadi kepunyaan kanda!
            Demikian pula sebaliknya, jika kami dapat kanda kalahkan, akan kami tinggalkan semua kekayaan kami dan bersama-sama semua saudara kami akan menjalani masa waktu yang sama di dalam hutan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan itu.
            Demikian itulah tantangan Pangeran Duryodhana, lalu kanda berikan jawaban di tengah-tengah keluarga Kuru, “Baiklah, kami terima!”
            Permainan yang mendatangkan aib itu lalu dimulai, kita kalah dan kita dibuang (diselong). Dan bila demikian hal yang telah terjadi, bagaimanakah kita dapat memungkiri janji dan persetujuan (kita) yang telah kita buat di hadapan orang-orang yang mulia? Siapakah berani memungkirinya, dengan tujuan hanya untuk mendapat kerajaan di dunia semata-mata? Kanda rasa, bahwa kematian masih lebih ringan dibandingkan kita melanggar kedaulatan orang lain.
            Pada waktu permainan itu dinda (Bhima) mau membakar ke dua belah tanganku. Maksud dinda itu dicegah oleh Arjuna, lalu dinda Cuma memijat tangan dinda sendiri saja. Sekiranya dinda berbuat sebagaimana yang dinda inginkan itu, mungkinkah kita mengalami kemalangan ini? Dan kenapa,hai Bhima, tidak dinda ucapkan kata-kata seperti yang dinda umpatkan tadi kepada diri kanda, sebelum kita menerima perjanjian dan persetujuan semacam itu?
            Diliputi oleh rasa tanggung-jawab pada jaminan kita, lebih-lebih bahwa peristiwa itu sendiri telah lampau, apakah gunanya dinda menghasut-hasut dengan kata pedas tadi kepada kanda?
            Wahai Bhima, kesedihanku terutama adalah, bahwa kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk menghindarkan Draupadi dari penganiayaan ini dengan cara yang demikian. Hatiku terbakar, seakan-akan aku telah minum racun yang membinasakan. Janji telah kuberikan, dan satu-satunya kewajiban kita yang menanti adalah menepati janji itu.
            Nantikanlah, hai Bhima, kembalinya hari depan yang baik bagi kita seperti halnya tukang penebar benih menanti bibitnya tumbuh menjadi padi. Kebenaran adalah satu-satunya yang paling utama dalam kehidupan manusia. Kekayaan, putra-putra, kemahsyuran, kemakmuran, semua ini belum mencapai nilai seperenam-belas dari pada kebenaran itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar