Sepeninggal
Arya
Widura, Prabhu Dhritharasthra merasa kehilangan seorang penasihat yang adil,
jujur, dan bijaksana. Beliau merasa kesepian dan lambat laun menyesali
pertimbangannya yang keliru terhadap diri Arya Widura. Raja lalu memerintahkan
Sanjaya untuk pergi ke hutan Karmyaka dan memanggil kembali Arya Widura.
Sanjaya segera berangkat menuju hutan
Karmyaka, menjalankan titah baginda raja dan berhasil mengantarkan kembali Arya
Widura ke Hastinapura. Prabhu Dhritharasthra lalu minta maaf atas kekhilafan
beliau. Arya Widura lalu berdatang sembah seraya berkata, “ Sesungguhnya wahai,
Rajaku, putra tuanku dan putra Pandu adalah sama dalam pandangan mata hamba;
hanya bedanya bahwa Pandawa kini dalam kesedihan. Hati hamba sedih dan pilu
atas suatu peristiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi.”
Kembalinya Arya Widura ke Hastinapura sangat mencemaskan
hati putra Kaurawa. Mereka sangat khawatir, kalau-kalau Arya Widura
mempengaruhi pertimbangan Raja Dhristharasthra, sehingga mungkin Pandawa
dipanggilnya pulang kembali, mengingat bahwa Arya Widura sayang kepada Pandawa.
Karna lalu mengajukan pendapat, wahai para pengikut
Prabhu Duryodhana, Raja kita! Kita semuanya adalah abdi raja Duryodhana. Karena
itu kita akan perbuat apa pun yang menggembirakan hati beliau. Hamba kira
tidaklah cukup membuat sakit hati para Pandawa hanya dengan memberi ucapan
selamat jalan saja kepada mereka, melainkan marilah kita sekarang kerahkan
kekuatan kita, hitunglah kereta perang kita, serbulah dan bunuhlah Pandawa di
hutan. Walaupun jumlah mereka tidak banyak, meskipun mereka sengsara, namun
selama Pandawa masih hidup, selama itu pula tidak hilang musuh kita, dan selama
itu pula kedudukan kita tidak aman. Demikianlah pendapat hamba,” Para hadirin
meng-iya-kan maksud Karna itu.
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut
Sangka, Kerambitan 24 oktober 1964)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar