Senin, 13 Februari 2012

ARAN-YAKA PARWA (6)


Sepeninggal Arya Widura, Prabhu Dhritharasthra merasa kehilangan seorang penasihat yang adil, jujur, dan bijaksana. Beliau merasa kesepian dan lambat laun menyesali pertimbangannya yang keliru terhadap diri Arya Widura. Raja lalu memerintahkan Sanjaya untuk pergi ke hutan Karmyaka dan memanggil kembali Arya Widura. Sanjaya segera  berangkat menuju hutan Karmyaka, menjalankan titah baginda raja dan berhasil mengantarkan kembali Arya Widura ke Hastinapura. Prabhu Dhritharasthra lalu minta maaf atas kekhilafan beliau. Arya Widura lalu berdatang sembah seraya berkata, “ Sesungguhnya wahai, Rajaku, putra tuanku dan putra Pandu adalah sama dalam pandangan mata hamba; hanya bedanya bahwa Pandawa kini dalam kesedihan. Hati hamba sedih dan pilu atas suatu peristiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi.”
            Kembalinya Arya Widura ke Hastinapura sangat mencemaskan hati putra Kaurawa. Mereka sangat khawatir, kalau-kalau Arya Widura mempengaruhi pertimbangan Raja Dhristharasthra, sehingga mungkin Pandawa dipanggilnya pulang kembali, mengingat bahwa Arya Widura sayang kepada Pandawa.
            Karna lalu mengajukan pendapat, wahai para pengikut Prabhu Duryodhana, Raja kita! Kita semuanya adalah abdi raja Duryodhana. Karena itu kita akan perbuat apa pun yang menggembirakan hati beliau. Hamba kira tidaklah cukup membuat sakit hati para Pandawa hanya dengan memberi ucapan selamat jalan saja kepada mereka, melainkan marilah kita sekarang kerahkan kekuatan kita, hitunglah kereta perang kita, serbulah dan bunuhlah Pandawa di hutan. Walaupun jumlah mereka tidak banyak, meskipun mereka sengsara, namun selama Pandawa masih hidup, selama itu pula tidak hilang musuh kita, dan selama itu pula kedudukan kita tidak aman. Demikianlah pendapat hamba,” Para hadirin meng-iya-kan maksud Karna itu.
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut Sangka, Kerambitan 24 oktober 1964)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar