Rabu, 22 Februari 2012

KAIRATA PARWA (39)


Hyang Siwa dalam pada itu menjelma sebagai “Kairata” (=pemburu dari golongan kasta Hindu yang rendah) beserta Dewi Uma sebagai istri Kairata itu. Hutan menjadi sunyi ketika Hyang Siwa turun. Dan ketika Kairata menghampiri Arjuna, ia memperlihatkan air muka yang amat kejam. Tepat pada saat itu juga Danawa yang bernama Muka datang untuk mencari dan membunuh Arjuna dalam rupa seekor babi jantan. Baru saja Arjuna melihat bahwa ada musuh menghampiri dengan maksud hendak membinasakan dirinya, maka dengan cepat ia mengambil Gandewanya dan segera hendak melepaskan anak panah kepadanya. Tetapi Kairata mencegah dengan berkata, : Hentikan! Akulah yang pertama-tama membidik babi hutan ini!”
            Arjuna tak ambil pusing atas pencegatan Kairata itu, melainkan segera melepaskan anak panahnya kepada babi hutan itu. Demikian pula Kairata itu, karena amat marah, juga melepaskan anak panahnya. Ke dua anak panah itu, yang terlepas dari busur yang terpentang sama kuatnya dan dalam jarak yang sama jauhnya serta pada saat yang sama pula mengenai badan babi hutan itu. Babi hutan itu kembali dalam bentuk rupanya yang asli yaitu seorang raksasa, lalu menghembuskan napasnya yang penghabisan.
            Arjuna lalu menegur Kairata itu dengan berkata, “Siapakah engkau, hai orang asing yang berani ke hutan ini dan diantarkan oleh banyak wanita! Kenapa engkau lepaskan anak panahmu juga kepada babi hutan itu yang telah aku bidik lebih dahulu? Tentu saja engkau tidak akan lepas dari kekuasaan tanganku! Kegagah-beranianmu terhadap diriku tidak merupakan sifat yang biasa di kalangan pemburu. Sebab itu nyawamu akan kucabut!”
            Kairata menyahut dengan halus, “ Hutan ini adalah tempat tinggal kami. Dan sebaliknya aku bertanya, kenapa memilih hutan ini untuk tempat tinggalmu, yang penuh dengan kesukaran?”
            Arjuna menjawab, “ Karena aku percaya akan kesaktian Gandewaku inilah aku tinggal dalam hutan ini. Engkau lihat, bahwa binatang ini yang menuju kepadaku untuk membinasakan diriku, telah kubunuh.”
            Kairata menyahut, “Bukan! Binatang ini mati karena ditembus oleh panahku. Karena bangga pada kekuatanmu, janganlah engkau melemparkan kesalahanmu pada orang lain. Engkau sendiri yang bersalah, bangsat, dan karena itu engkau takkan terlepas hidup-hidup dari tanganku!”
            Keduanya menjadi murka dan terjadilah perang tanding yang amat sengitnya. Peperangan berlangsung sangat lama. Meskipun senjata Arjuna semua tidak mempan terhadap musuhnya itu, namun ia tetap mempertahankan diri dan mengadakan serangan dengan gagah berani. Apabila semua senjatanya tidak ada lagi, ia pun lalu bergumul dengan ke dua tangannya. Dan setelah habis kekuatannya dan hampir tidak bisa bernapas lagi karena tindasan musuh itu Arjuna jatuh ke tanah. Ia terlentang seperti mayat. Tidak berselang lama, iapun bisa bangkit lagi. Badannya penuh dengan luka-luka dan darah. Ia berduka cita. Segera ia membuat sebuah “Linggam” dari tanah liat dan menyembah serta mempersembahkan karangan bunga. Terjadilah suatu keajaiban. Sebab karangan bunga yang dipersembahkan kepada “Linggam” itu menghiasi kepala Kairata. Arjuna sangat bergembira.
            Kairata lalu bersabda, “ Tidak ada Khesatriya yang memeiliki kekuatan seperti engkau. Aku bangga karenanya. Aku hendak menganugerahkan kepadamu suatu penglihatan agar engkau dapat melihat diriku dalam bentuk sesungguhnya. Engkau harus menjadi Rishi diriku terlebih dahulu. Engkau harus mengalahkan musuhmu terlebih dahulu, juga penghuni kahyangan. Segera engkau akan dapat memperoleh senjata utama dari padaku.”
            Arjuna menyembah dan berkata, “Semata-mata supaya dapat melihat wajah Paduka Bhatara hamba datang ke gunung yang tinggi dan besar ini. Paduka Bhatara adalah sembahan seluruh dunia. Oh Tuhan hamba menyembah Paduka Bhatara tiada memandang kesembronoan hamba ini sebagai kesalahan. Hamba langsungkan peperangan dengan Paduka Bhatara ini dalam keadaan bahwa hamba tidak mengenal Paduka Bhatara. O Bhatara Sangkara, hamba mencari perlindungan Paduka Bhatara. Mohon ampunilah hamba atas segala yang telah hamba perbuat!”
            Kedua belah tangan Arjuna diambil oleh Hyang Siwa dan dengan tersenyum lalu beliau memberikan jawaban, “ Engkau telah ku maafkan dan mintalah anugerah kepadaku.”
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut Sangka, Kerambitan 24 oktober 1964)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar