Hyang
Siwa dalam pada itu menjelma sebagai “Kairata” (=pemburu
dari golongan kasta Hindu yang rendah) beserta Dewi Uma sebagai istri Kairata
itu. Hutan menjadi sunyi ketika Hyang Siwa turun. Dan ketika Kairata
menghampiri Arjuna, ia memperlihatkan air muka yang amat kejam. Tepat pada saat
itu juga Danawa yang bernama Muka datang untuk mencari dan membunuh Arjuna
dalam rupa seekor babi jantan. Baru saja Arjuna melihat bahwa ada musuh
menghampiri dengan maksud hendak membinasakan dirinya, maka dengan cepat ia
mengambil Gandewanya dan segera hendak melepaskan anak panah kepadanya. Tetapi
Kairata mencegah dengan berkata, : Hentikan! Akulah yang pertama-tama membidik
babi hutan ini!”
Arjuna tak ambil pusing atas pencegatan Kairata itu,
melainkan segera melepaskan anak panahnya kepada babi hutan itu. Demikian pula
Kairata itu, karena amat marah, juga melepaskan anak panahnya. Ke dua anak
panah itu, yang terlepas dari busur yang terpentang sama kuatnya dan dalam
jarak yang sama jauhnya serta pada saat yang sama pula mengenai badan babi
hutan itu. Babi hutan itu kembali dalam bentuk rupanya yang asli yaitu seorang
raksasa, lalu menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Arjuna lalu menegur Kairata itu dengan berkata, “Siapakah
engkau, hai orang asing yang berani ke hutan ini dan diantarkan oleh banyak
wanita! Kenapa engkau lepaskan anak panahmu juga kepada babi hutan itu yang
telah aku bidik lebih dahulu? Tentu saja engkau tidak akan lepas dari kekuasaan
tanganku! Kegagah-beranianmu terhadap diriku tidak merupakan sifat yang biasa
di kalangan pemburu. Sebab itu nyawamu akan kucabut!”
Kairata menyahut dengan halus, “ Hutan ini adalah tempat
tinggal kami. Dan sebaliknya aku bertanya, kenapa memilih hutan ini untuk
tempat tinggalmu, yang penuh dengan kesukaran?”
Arjuna menjawab, “ Karena aku percaya akan kesaktian
Gandewaku inilah aku tinggal dalam hutan ini. Engkau lihat, bahwa binatang ini
yang menuju kepadaku untuk membinasakan diriku, telah kubunuh.”
Kairata menyahut, “Bukan! Binatang ini mati karena
ditembus oleh panahku. Karena bangga pada kekuatanmu, janganlah engkau
melemparkan kesalahanmu pada orang lain. Engkau sendiri yang bersalah, bangsat,
dan karena itu engkau takkan terlepas hidup-hidup dari tanganku!”
Keduanya menjadi murka dan terjadilah perang tanding yang
amat sengitnya. Peperangan berlangsung sangat lama. Meskipun senjata Arjuna
semua tidak mempan terhadap musuhnya itu, namun ia tetap mempertahankan diri
dan mengadakan serangan dengan gagah berani. Apabila semua senjatanya tidak ada
lagi, ia pun lalu bergumul dengan ke dua tangannya. Dan setelah habis
kekuatannya dan hampir tidak bisa bernapas lagi karena tindasan musuh itu
Arjuna jatuh ke tanah. Ia terlentang seperti mayat. Tidak berselang lama, iapun
bisa bangkit lagi. Badannya penuh dengan luka-luka dan darah. Ia berduka cita.
Segera ia membuat sebuah “Linggam” dari tanah liat dan menyembah serta
mempersembahkan karangan bunga. Terjadilah suatu keajaiban. Sebab karangan
bunga yang dipersembahkan kepada “Linggam” itu menghiasi kepala Kairata. Arjuna
sangat bergembira.
Kairata lalu bersabda, “ Tidak ada Khesatriya yang
memeiliki kekuatan seperti engkau. Aku bangga karenanya. Aku hendak
menganugerahkan kepadamu suatu penglihatan agar engkau dapat melihat diriku
dalam bentuk sesungguhnya. Engkau harus menjadi Rishi diriku terlebih dahulu.
Engkau harus mengalahkan musuhmu terlebih dahulu, juga penghuni kahyangan.
Segera engkau akan dapat memperoleh senjata utama dari padaku.”
Arjuna menyembah dan berkata, “Semata-mata supaya dapat
melihat wajah Paduka Bhatara hamba datang ke gunung yang tinggi dan besar ini.
Paduka Bhatara adalah sembahan seluruh dunia. Oh Tuhan hamba menyembah Paduka
Bhatara tiada memandang kesembronoan hamba ini sebagai kesalahan. Hamba
langsungkan peperangan dengan Paduka Bhatara ini dalam keadaan bahwa hamba
tidak mengenal Paduka Bhatara. O Bhatara Sangkara, hamba mencari perlindungan
Paduka Bhatara. Mohon ampunilah hamba atas segala yang telah hamba perbuat!”
Kedua belah tangan Arjuna diambil oleh Hyang Siwa dan
dengan tersenyum lalu beliau memberikan jawaban, “ Engkau telah ku maafkan dan
mintalah anugerah kepadaku.”
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut Sangka,
Kerambitan 24 oktober 1964)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar