Prabhu
Yudisthira
menyahut, “Kemarahan adalah pembunuh orang dan penghalang sesuatu hasil
kemakmurannya. Juga kemarahan adalah pangkal dari semua kemalangan. Dapat
disaksikan di dunia ini, bahwa kemarahan adalah menjadi sebab kehancuran dan
kemusnahan tiap-tiap mahluk. Bagaimanakah orang seperti kanda suka
memperbesar-besarkan kemarahan itu yang nyata merusakkan dunia? Orang yang
marah tidak dapat membedakan, apa yang patut dan boleh diucapkannya dan apa
yang tidak. Tiada suatu perbuatan pun yang mungkin dilakukan oleh orang yang
sedang marah dan tiada suatu perkataan pun yang tidak boleh diucapkannya.
Karena marah, orang dapat melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak patut
di bunuh dan sebaliknya menyembah orang yang tidak patut dipuja, melainkan
patut dibunuh! Juga orang yang sedang marah dapat membunuh dirinya sendiri,
mencabut nyawanya sendiri dan dikirim kepada Hyang Yama. Oleh karena itulah,
orang yang bijaksana meneliti kemarahannya, sebab ingin memperoleh kemajuan
yang luhur, baik di sini di dunia ini, maupun kelak di akhirat. Itulah
sebabnya, terutama orang yang lemah harus menindas kemarahannya. Kebenaran (kebajikan?)
lebih baik dari pada ketidakbenaran (dalam perbuatan= Kesatrya) dan lebih baik
dari pada perbuatan kejam. Bagaimanakah kanda dapat membunuh Duryodhana itu
hanya disebabkan oleh kemarahan semata-mata? Duryodhana yang penuh dosa yang
melepaskan ke-bajikan dari jiwanya itu? Kelahiran mahluk-mahluk adalah patut
untuk berdamai. Maaf adalah kebajikan, maaf adalah Brahma, maaf adalah Tuhan,
maaf adalah kebenaran, maaf adalah suci. Kakek kita Raja Sentanu memuja
perdamaian, Sri Kreshna memuja perdamaian. Dang Hyang Drona, Arya Widura ingin
perdamaian. Semua orang ingin perdamaian.”
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut
Sangka, Kerambitan 24 oktober 1964)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar