Minggu, 12 Februari 2012

POLEMIK SEKITAR JURNAL ILMIAH


Keinginan yang mewajibkan mahasiswa program sarjana, magister, dan doktor membuat karya ilmiah di jurnal mengundang polemik.
            Berbagai kalangan menilai, keinginan itu baik, tetapi bagaimana persiapan pelaksanaannya. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Djoko Santoso menjelaskan, karya ilmiah mahasiswa dapat dimuat di jurnal kampus, nasional, Internasional, bahkan online.
            Penulisan ilmiah yang diterbitkan di jurnal dikatakan sebagai syarat kelulusan mahasiswa setelah agustus 2012. Menurut Djoko, kualitas lulusan perguruan tinggi harus ditingkatkan, antara lain dengan memperbaiki kemampuan menulis sesuai dengan standar akademik. Tidak kalah menarik pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh yang menjelaskan, produktivitas jurnal ilmiah Indonesia sangatlah rendah.
            Lebih jauh diungkapkan, jurnal ilmiah Indonesia yang terakreditasi oleh Ditjen Dikti hanya 121 buah. Jika kenyataan ini dibiarkan, Indonesia dikatakan akan semakin tertinggal dari Negara lain. Berdasarkan data, selama kurun waktu 1996-2010, Indonesia memiliki 13.047 jurnal ilmiah, sementara Malaysia 55.211 dan Thailand 58.931.
            Kiramya masuk akal dan beralasan kuat bagi Indonesia untuk memacu peningkatan penerbitan karya ilmiah sebagai bagian dari upaya mendorong penyebaran dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penerbitan di jurnal ilmiah juga bermanfaat untuk memperlihatkan kejujuran ilmiah. Dengan dipublikasikan di jurnal, sebuah karya akan mudah terdeteksi apakah sesuai dengan standar akademik atau jangan-jangan hasil plagiat.
            Sudah pasti pula, pemuatan karya ilmiah di jurnal akan mendorong dialektika pemikiran dan temuan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan yang memang sangat dinamis. Relevan apa yang dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sangat penting menumbuhkan budaya menulis untuk menambah kuantitas karya ilmiah di jurnal ilmiah. Tentu menjadi pertanyaan, bagaimana menumbuhkan budaya menulis di kalangan mahasiswa.
            Sering muncul gugatan, sejauh mana mahasiswa Indonesia memiliki kemampuan dan keterampilan menulis dan mengarang secara ilmiah yang seharusnya diasah melalui pelajaran mengarang mulai sekolah dasar.
            Kenyataannya, sistem pendidikan Indonesia sudah lama tidak memiliki kurikulum yang mendorong siswa dan mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan menulis. Pelajaran mengarang untuk mengasah logika mulai dari sekolah dasar sudah lama dikesampingkan.
            Jangankan menulis secara ilmiah, penulisan secara populer pun belum tentu dapat dilakukan sebagian mahasiswa. Kiranya keterampilan dan kemampuan menulis perlu dikembangkan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi sebagai pijakan menuju penulisan ilmiah yang memang sangat penting.

Sumber: tajuk rencana
Kompas rabu 8 februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar