Jumat, 20 Januari 2012

GEMBEL DAN PROSTITUSI


Ada sesuatu yang membuat kita selalu membuka diri terhadap berbagai hal-hal yang selalu mendikte perjalanan kita. Kurun waktu dalam pencapaian sebuah karya yang sesungguhnya telah mengevaluasi diri kita, sejauh mana hasil karya kita telah dianggap bermanfaat bagi masyarakat luas serta menambah khazanah perbendaharaan sastra budaya di jagat dunia. Sebuah karya yang selalu memberikan kesempatan untuk meraih prestasi dan menghampar setetes demi setetes harapan dalam acuan kerja yang pasti dan menuju sasaran tertentu pula. Seorang gembel tanpa ia sadari tidak pernah bersentuhan dengan masa depan. Kurun waktu yang demikian baginya masa depan adalah sebuah hutan lebat tak terjamah. Sesuatu yang membentangkan diri dalam gairah adaptasi pikir dengan berbagai beban yang tak tertangkap pemikiran kaum intelektual. Barangkali seorang kaum gembel dalam saratnya kehidupan di panasnya matahari yang memancarkan dan kian memancar keras membuat tubuhnya berwarna hitam legam.
            Mengapa tidak saya sebagaimana mestinya seperti rekan si-A atau si Anu yang setiap hari memancarkan semangat kerja dengan latar belakang yang sama, misalnya bekerja pada sebuah perusahaan yang bonafide atau setidak-tidaknya memimpin suatu perusahaan. Kurun yang memberi batas pikir terhadap pembatasan dari segala persoalan serta dalih-dalihnya soal dalam menyikapi kultur si A atupun si anu sebagai perumpamaan kaum gembel tidak menukik terlalu tajam. Maha dahsyat! Kita akan tahu sendiri dari segi pengalaman keseharian kaum orang-orang beratribut kelompok si A maupun si Anu itu sendiri, tidak akan pernah berpikir intelektual seorang gembel. Karena gembel memang bukan golongan cendekiawan yang diposisikan sebagai tokoh intelektual. SSeorang gembel tetaplah gembel yang terlecehkan dalam derajat orang pinggiran.
            Apa jadinya kalau dia tidak semakin frustasi menghadapi ganasnya hidup, karena sesungguhnya itulah yang terhampar di hadapannya saat itu. Mereka sebagian besar akan menjadi prostitusi untuk lebih belajar dalam kehidupan kelam dalam kelangsungan kebutuhannya. Mereka hidup berkelompok dari masing-masing yang mencari habitatnya dan mengukuhkan suatu persamaan derajat yang saling mengakui diantara mereka sendiri. Masing-masing dari mereka yang memiliki kepentingan serupa. Dan kelompok inilah yang lebih memiliki masa depan yang juga berimplikasi membiaskan segala jenis penyakit masyarakat yang justru masyarakatnya itu sendiri juga membutuhkan dirinya secara diam-diam. Mereka mempunyai harapan dengan sedikit harapan memenuhi masa depannya yang dia anggap cemerlang, namun profesi ini mengharuskan mereka juga untuk lebih terpojok pada satu ikatan aksen miring serta memiriskan para generasi dan juga rekan-rekan sang petualang. Ketekunan seorang gembel dipatok dalam batas tertentu, ketekunan seorang pelajar dan mahasiswa telah dipatok dalam perkembangan ilmu namun dari segi wawasan lebih bernalar pada lingkup yang lebih luas jangkauannya.
            Sisi lain untuk kelompok gembel atau beberapa kelompok dari kaum prostitusi tidak pernah berpikir tentang masa depan dalam berandai-andai akan target hidupnya. Karakternya hanya sesaat, tidak peduli mereka harus dikecam. Namun sesungguhnya tanpa mereka gembel dan prostitusi, beberapa pengamat social tidak akan memiliki kerja. Mereka absen dalam berdialog dan fakum membuat materi dalam symposium. Sesungguhnya si gembel dan kaum prostitusi kalau ditanya tentang masa depan, baginya hanyalah sebuah menara yang harus didaki oleh orang buta tanpa penuntun tongkat bermata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar