Selasa, 31 Januari 2012

Komang Adnyana dan I Madé Sugianto Meraih Hadiah Sastera “Rancagé” untuk Sastera Bali


Posted on admin on January 31, 2012 // Leave Your Comment
http://www.journalbali.com/wp-content/uploads/2012/01/buku-sastra-bali1.jpg
Buku karya sastera Bali (foto:dok.dharma putra)
JournalBali.com, DENPASAR – Buku kumpulan cerita pendek Meték Bintang (Menghitung Bintang) karya Komang Adnyana  terbitan Jnana Aksara Bali mendapat Hadiah  Sastera “Rancagé” 2012 untuk bahasa Bali. Sedangkan Hadiah Sastera “Rancagé” 2012 untuk jasa dalam mengembangkan bahasa dan sastera Bali diberikan untuk I Madé Sugianto. Demikian keputusan Ajip Rosidi selaku Ketua Déwan Pembina Yayasan Kebudayaan “Rancagé. Hadiah Sastera “Rancagé“ untuk  bahasa Sunda, bahasa Jawa dan bahasa Bali selama ini secara tetap diberikan setiap tahun untuk karya sastera daerah terbaik dan sastrawan yang mempunyai dedikasi yang tinggi mengembangkan bahasa ibu.
Menurut Ajip Rosidi, Kumpulan cerita péndék Meték Bintang (Menghitung Bintang) karya Komang Adnyana yang juga berisi 13 cerita, hampir semuanya menarik dalam hal téma dan penggarapan. Pengarang mampu untuk “terang-terangan menyembunyikan” titik-titik penting cerita, sehingga pembaca dibuat terpaksa memikirkan dan membayangkan hubungan-hubungan antara peristiwa dan ucapan para tokoh. Pembaca cerita-cerita ini tidak akan merasa rampung setelah habis membaca kalimat terakhir tetapi akan terus terangsang untuk berpikir, mengait-ngaitkan dan menggali-gali unsur cerita yang disembunyikan pengarang. Dalam “Ngamén”, misalnya, dilukiskan hubungan rumit antara suami-isteri Bali dengan orang Jerman bernama Michél yang datang ke Bali untuk mempelajari kebudayaan Bali. Bahkan dia ingin menjadi orang Bali, sehingga mengganti nama menjadi Luh Sandat. Ketekunannya mempelajari kesenian dan kebudayaan Bali membuat orang Bali merasa malu, sehingga terpanggil untuk melestarikan kebudayaannya. Michél jatuh cinta kepada seorang laki-laki yang sudah beristeri, tetapi belakangan ternyata Michél itu laki-laki.Cerita dalam Meték Bintang ini sangat beragam dan membacanya sangat menyenangkan, terutama cerita-cerita yang tragis seperti “Cicing” (Anjing), “Maling”, dan “Luh Ronji”. Kejutan pada akhir cerita merupakan kekuatan lain yang merata dalam kumpulan Meték Bintang.
Sedangkan  I Madé Sugianto yang mendapatkan anugerah Sastera “Rancagé” 2012 untuk jasa dalam mengembangkan bahasa dan sastera Bali, masih menurut Ajip Rosidi, pertama karena dia banyak menulis karya dalam bahasa Bali modéren terutama berupa cerita péndék yang dimuat dalam Bali Orti, supelmén Bali Post Minggu yang khusus untuk bahasa Bali. Sudah ada empat judul kumpulan cerita péndéknya yang terbit sebagai buku (dua judul tahun 2010, dua judul tahun 2011). Dia yang bekerja sebagai wartawan itu merupakan salah seorang sasterawan Bali modéren yang produktif. Kedua, jasa Madé Sugianto adalah dalam usahanya menerbitkan karya-karya sastera Bali modéren menjadi buku melalui penerbit kecil yang dikelolanya bernama Pustaka Eksprési yang pertama kali menerbitkan buku tahun 2009. Sekarang sudah menerbitkan 9 judul buku seperti Jangkrik Maénci (2009), Bikul, Préman, Komédi Birokrat, Jénggot Kambing (semuanya 2010) dan Bunga Valentine, Sundel Tanah, Tresnané Ajur Lebur Satondén Kembang, dan Bor (2011). Setiap judul dicétak 200 (dua ratus) éksempkar dan diédarkan melalui toko-toko buku. Dengan usahanya itu karya sastera Bali modéren bisa terbit sebagai buku. Sebelum menerbitkan buku bahasa Bali melalui Pustaka Eksprési, Madé Sugianto menerbitkan majalah sastera Eksprési sejak 2007 dan sejak 2011 tampil dengan sisipan bahasa Bali “Kedaton”. Majalah ini ditujukan kepada para remaja, sehingga melalui sisipan “Kedaton” sastera Bali modéren diperkenalkan kepada generasi muda. (Tim JB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar