Jumat
pagi membuka disambut dengan nyanyian. Hidup tanpa lagu memang terasa hambar,
sepi dan sunyi mencekam. Sebuah email seseorang yang mengatakan teman masuk ke
dalam tubuhku. Terbaca satu sosok nama. Berulangkali kubaca pesan yang seolah
ingin meyakinkan sebuah kebenaran peristiwa. Bacalah: seakan mengunyah krupuk
di warung sebelah dengan masakannya yang khas, dengan pindang gorengnya yang
mengundang asam lambung berhenti menyalak. Seakan kemeriukan suara sel sel di
dalam ususpun ikut mencerna membantu tugas lambung yang mungkin rada rada
limbung terendam asam cuka berlebih.
“Pertama saya berterimakasih atas
reaksi anda ke email saya, online dengan pesan, yang sudah saya dikirim ke
anda. Bagaimana setiap yang disana di Negara anda saya percaya bahwa anda dalam kesehatan yang baik, dan bahwa
suasana di sana di Negara anda sangat bagus hari ini? Tambang adalah sedikit
hangat di sini di Dakar Senegal, “
Hangat yang bagaimana,
apakah barangkali sehangat hawa menganga tambang yang menyerap tubuh jadi
menciut ataukah……
“hek…cuih……” seorang ibu
tua menyemburkan air ludah yang hampir membasahi badan kendaraan ketika
kulewati tak seperti bau akik yang di jual sepanjang trotoar dengan sembarangan
begitu saja. O, sahabat kukira ini bahwa kesehatan di negaramu tak berbeda jauh
dengan negaraku, entah mungkin harga obat TBC disana jauh lebih murah ketimbang
memperdagangkan beberapa jenis obat kanker di negaraku oleh seseorang penderita
yang pernah mengaku pejabat tinggi provinsi yang ketika melewati masa-masa
rawat inap di daerah lain terpaksa harus mengurus surat miskin. Hak si miskin
yang digulingkan pada sesungguhnya yang masih mampu membeli parfum mahal,
liontin bahkan mengunyah emas mengganjal jantungnya.
“Nama saya Tiffany
dengan waktu yang kurang berharga diberkahi usia, saya (24 years tua) tapi usia
tidak penting dalam hubungan yang nyata, jadi saya merasa nyaman dengan usia
anda, saya berasal dari Liberia, Afrika barat, 5,2 ft tinggi, cahaya di kulit tungga dan pernah
menikah serta saat ini saya berada di sini di Dakar sebagai akibat dari perang
sipil yang telah berjuang………”
Beberapa tahun yang lalu?
“hek…..cuih…” lagi-lagi
seorang ibu seolah iseng. Sekarang bemper kendaraan seakan kena cipratan angin.
Dari sebuah tiupan menerpa yang sudah berbau air.
“ Ayahku akhir Dr.
Bernard Colly, adalah seorang politikus dan managing director di Monrovia
ibukota Liberia sebelum para pemberontak menyerang rumah kami satu pagi dan
membunuh ayah dan ibu dengan darah dingin ( industry dan tambang emas). Sekarang,karena
saya sedang berbicara dengan anda, saya satu-satunya orang hidup dalam keluarga
saya, dan saya berhasil membuat jalan saya untuk dekat dengan Negara Senegal
mana saya berangkat sekarang sebagai pengungsi di bawah perawatan seorang pastor pendeta dan
saya menggunakan computer untuk mengirim pesan ini kepada anda sekarang”
“Harap jangan
tersinggung untuk pesan yang datang dari saya silahkan, yang hanya bahwa saya
don,t tahu apa lagi yang harus dilakukan, karena keadaan saya disini sebagai
npengungsi ini memberikan saya perhatian besar, karena itu, saya akan seperti
anda untuk mempertimbangkan saya situasi sebagai seorang yatim piatu, dan jenis
dengan saya, karena saya meletakkan seluruh kepercayaan saya pada anda dengan ketakutan,
meskipun I don,t tahu siapa anda sebelumnya, tetapi saya percaya bahwa anda
tidak bisa mengkhianati itu di akhir”
“Saya telah
berkomunikasi anda karena situasi yang sulit saya disini di kamp pengungsi,
seperti salah satu tinggal di penjara dan saya berharap oleh kasih karunia
Tuhan saya akan datang kemari segera its” satu lagu kembali berganti pada liang
pendengaranku. Kuatatap berulang kali surat yang tertulis pada badan email.
“Saya tidak memiliki
kerabat yang sekarang saya bisa pergi ke semua keluarga saya lari di
tengah-tengah perang- satunya orang yang saya miliki sekarang adalah pendeta (pendeta
Michael Tawawa), yang adalah dari pendeta dari DE (KRISTUS JURU SELAMAT MISI)
di sini di kamp, ia telah sangat bagus untuk setiap tubuh di kamp, tetapi kita
tidak hidup dengan dia, bukan kita meninggalkan di asrama, yang terbagi menjadi
dua bagian: satu untuk laki-laki dan yang lainnya untuk betina. Jumlah telp Pendeta adalah (221-774862769). jika anda
menelepon dan mengatakan kepadanya bahwa anda ingin berbicara dengan saya (Tiffany) ia akan
mengirimkan bagi saya di hostel. Sebagai seorang pengungsi di sini, saya tidak
memiliki hak atau hak istimewa untuk hal apapun, baik itu telepon atau apa yang
pernah, karena hal itu bertentangan dengan hukum negara ini”
“Saya cinta aku ingin kembali ke studi saya karena
saya hanya dihadiri tahun pertama saya sebelum insiden tragis yang memimpin
saya untuk hadir dalam situasi ini sekarang terjadi.
Silakan dengarkan ini (silakan itu rahasia, bahkan tidak ada yang tahu tentang hal itu kecuali ayah Pendeta yang tahu tentang itu)”
Silakan dengarkan ini (silakan itu rahasia, bahkan tidak ada yang tahu tentang hal itu kecuali ayah Pendeta yang tahu tentang itu)”
“hek..cuih…!!” Sayup
sayup terdengar suara yang kian menguping pendengaranku,
Remah kerupuk itu kian
mengunyah penglihatanku yang kian suram kalimat-kalimat mati bertubuh tebal
akan sebuah berita kematian yang norak, sebuah kematian yang membuat
terperdaya.
Mataku pedas
“Saya memiliki pernyataan almarhum ayah saya
account dan sertifikat kematian di sini dengan saya, yang saya akan mengirimkan
kepada Anda yang terakhir, karena ketika ia masih hidup ia diendapkan beberapa
jumlah uang di bank asing terkemuka yang ia gunakan nama saya sebagai keluarga
terdekat,dalam jumlah total, adalah $ 6,7 (Enam juta Tujuh Ratus
Ribu Dolar AS).”
“Jadi saya akan seperti Anda untuk membantu saya mentransfer uang ini ke rekening anda dan dari itu, Anda dapat mengirimkan uang untuk saya untuk mendapatkan dokumen saya bepergian dan tiket udara untuk datang untuk bertemu dengan Anda. Aku terus rahasia ini kepada orang-orang di kamp di sini, satu-satunya orang yang tahu tentang itu, adalah Pendeta karena dia adalah seperti seorang ayah kepada saya. Jadi, saya akan seperti Anda untuk menyimpannya untuk diri sendiri dan jangan menceritakannya kepada siapa pun karena saya takut kehilangan hidup saya dan uang jika orang mendapat tahu tentang hal itu
Ingat saya memberi Anda semua informasi ini karena kepercayaan saya digulingkan pada Anda. Saya suka orang-orang jujur dan pengertian, jujur dan orang yang punya visi, orang-orang pekerja keras dan takut akan Tuhan”
“Jadi saya akan seperti Anda untuk membantu saya mentransfer uang ini ke rekening anda dan dari itu, Anda dapat mengirimkan uang untuk saya untuk mendapatkan dokumen saya bepergian dan tiket udara untuk datang untuk bertemu dengan Anda. Aku terus rahasia ini kepada orang-orang di kamp di sini, satu-satunya orang yang tahu tentang itu, adalah Pendeta karena dia adalah seperti seorang ayah kepada saya. Jadi, saya akan seperti Anda untuk menyimpannya untuk diri sendiri dan jangan menceritakannya kepada siapa pun karena saya takut kehilangan hidup saya dan uang jika orang mendapat tahu tentang hal itu
Ingat saya memberi Anda semua informasi ini karena kepercayaan saya digulingkan pada Anda. Saya suka orang-orang jujur dan pengertian, jujur dan orang yang punya visi, orang-orang pekerja keras dan takut akan Tuhan”
“Hek..cuihhhh…”
Manakala berhenti pada
kata kata Tuhan yang menurut pendengaran saya demikian sakralnya arti sebuah
sebutan, mulut saya menganga lebar lebar, boleh bayangkan mulut jerapah yang
lagi menganga, selebihnya bayangkanlah ketika dirimu tengah berada di padang
sabana nan luas dalam pantulan teriknya mentari di musim kemarau yang selalu
membasahi bumi ini dengan cahayanya yang melegam melepuhkan mulut bumi, memerak
memberi tanda-tanda hitamnya suasana. Bukan soal ketakutan ketakutan akan Tuhan
dalam kebenaran kebenaran sebuah peristiwa yang dikaitkan dengan nurani
manusia. Aku barangkali terlalu dangkal akan kata kata cinta dan sesuatu yang
mampu merubah jadi pengkhianatan semacam mainan yang mampu merubah mimpi mimpi
ataupun membeli mimpi mimpi itu, dan sekali lagi bukan soal angka yang mungkin
terlalu fantastis diterjemahkan otakku yang suka berkhianat akan kebenaran .
sekalipun kebenaran itu kupaksakan untuk tetap setia bermain-main dalam
pikiranku, toh tak akan selamanya akan membuat jera. Namun bagaimanapun pula
aku mesti menimang semua itu.
“Bahasa favorit saya
adalah bahasa Inggris dan saya berbicara bahasa Inggris sangat lancar.
Sementara itu saya akan seperti anda menelepon saya dan mengatakan saya punya
banyak hal untuk memberitahu anda. Ini adalah gambar saya. Saya akan
mengirimkan anda lebih di mail berikutnya. Have a nice day dan berpikir tentang
saya. Menunggu untuk mendengar dari anda soonest. Salam dalam kasih, lewatkan.
Tiffany.”
Hek cuiiiiiiiiihhhhh…….sekarang
warna air benar benar berbuih di tubuh kendaraanku yang kian panas terpanggang
matahari lereng gunung Pengsong. Kulihat wajah cantik Tiffany legam seakan
terbakar matahari
***
Semula pagi itu belum turun hujan,
bangun tidur langsung duduk menghadap laptop. Bermula membaca sebuah balasan
email dari seorang teman di Senegal yang katanya lagi sedang berada dalam
pengungsian di Liberia, sebuah pemberontakan di Dakar yang menyebabkan
terdampar hingga berdiam di sebuah rumah pengungsian di rumah pengungsian
pendeta dari DE, yakni kristus juru selamat misi, dan dalam email sebelumnya
dikatakan pula bahwa, dalam pemberontakan itu ayah dan ibunya tewas dibunuh.
Ayahnya, dr Bernard Colly adalah seorang politikus dan managing director sebuah
perusahaan Monrovia di Liberia. Para pemberontak menyerang rumahnya yang
mengakibatkan ke dua orang tuanya tewas. Itu cerita seorang gadis Tiffany
berusia 24 tahun yang entah benar atau hanya ngarang-ngarang saja. Dan pada
balasan berikutnya dia menyebutkan sebuah bank asing pada bank royal yang
bermarkas di Scotlandia dengan lengkap menyebutkan data uang yang tersimpan
disana sebesar Enam juta tujuh ratus ribu dollar ,sebuah angka yang demikian
fantastis untuk digunakan sebagai sebuah usaha. Bukan tertarik soal nilai uang
yang terkandung disana (terlebih dia katakan aku miliki hak 18% dari total
nilai, karena membantu Tiffany), namun data data lengkap yang Tiffany cantumkan
seolah hanya sebuah rahasia yang dia katakan lebih rinci bahwa hanya aku
sendiri yang dia informasikan serta pendeta yang bernama Michael Tawawa yang
berada satu kamp dalam pengungsian itu. Bukan satu tempat sebagaimana yang dia
kisahkan.
Dia katakan terpisah antara tempat
kamp pengungsi laki-laki dan betina, dalam artian tidak satu atap ataupun hidup
bersama pendeta itu. Hanya dia menganggap pendeta itu seakan-akan sebagai ayah
kandungnya sendiri. Kemudian selain daripada itu ia juga menyebutkan account
ayahnya selaku pemilik uang serta dia ceritakan hibah pada saya dengan masih
memiliki sertifikat kematian ayahnya, yang dilimpahkan padanya.
Enam
juta tujuh ratus ribu dollar, sebuah angka yang fantastis,..!!!!
Jadi seolah olah dia atau aku yang
akan mengerti seandainya berlaku seperti dia atau sebaliknya dia yang berlaku
seperti aku, untuk secara pribadi dan diam diam menyimpan dulu uang itu untuk
selanjutnya nanti diharapkan meneruskan kepadanya.
“Aku
mencintai hidupku, aku tak mau kehilangan hidupku”, itu ungkapan awalnya
dipertemukan via email lewat suratnya yang bernada sedih, padaku dan uang yang
masih disisakan ayahnya itulah sebagai pengantar cita cita yang masih kandas,
yang hanya baru setahun belum genap mengecap pendidikan yang sesungguhnya ingin
dia lanjutkan dikemudian waktu.
Lain itu pula mungkin dengan harapan
mentransfer uang itu padaku untuk selanjutnya akan mengirimkan padanya sebagai
syarat untuk mengurus dokumennya untuk bepergian. Nada yang terkekang terbaca
dalam email tersebut. Sebagaimana hukum yang ada disana, seperti yang ia
katakan kembali, bahwa mereka yang berada di pengungsian itu tidak memiliki
hak, sebagaimana hak hidup untuk menerima telepon, makanya dia secara rinci
memberikan nomor telepon pendeta yang bisa aku hubungi barangkali pula akan
menyerahkan padanya.
Sekali lagi, entah benar, entah
tidak.
Namun atas dasar info yang
disampaikan untuk secepat mungkin menelepon atau menulis surat pada bank yang
dia sebutkan, aku membaca sebuah email pada bank tersebut yang juga secara asal
mengirim email sebagaimana yang tercantum dalam surat yang dia ceritakan
kembali. Dan mungkin secepatnya akan mendapat balas.
Mendapat balas dari pihak bank untuk
membuktikan kebenaran suatu cerita. Entah sebuah cerita yang mengada ada atau
memang benar benar sebuah fakta.
Namun seandainya ini sebuah
kebenaran, sebuah fakta, alangkah menderitanya Tiffany, selain mengalami musibah
orangtuanya terbunuh, hilang hdupnya, masa depannya di saat dimana anak anak
muda masih harus mengenyam pendidikan, dan bagaimana harus melanjutkan semua
cita cita masa depannya yang musnah begitu saja. Aku berpikir barangkali Tuhan
memberikan jalan dan satu satunya aku ditunjuk untuk membantunya atas dasar
kepercayaan yang dilimpahkan Tiffany kepadaku.
Dan kututup email itu. Kurebahkan
badan letih ini, menutup mata pelan pelan. Sebab besok harus bekerja kembali
seperti biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar