Purnama di atas ketinggian Catur muka
meluruh dalam waktu tak berbatas waktu
angin berpasang pasang memainkan tarian sepasang
bercengkerama dalam asap habis terbakar nyala diammu
ketinggian
bukan waktu yang tepat dalam kecemasan
dan prasangka
bukan sesuatu yang kita pahami sebagai rasa
menghuni jiwa
serta keinginan
bukan penghabisan untuk meresapi doa
sekali
waktu melintas dokar tanpa penumpang
purnama luruh di atas kotamu, warna warni indah
dalam keriuhan cahaya menghujam asap asap dupa
beterbangan
:
masih ada Jagatnatha, masih ada karmaphala diniatkan
denting genta sesaat merayapi pendengaran
rimba di sela sela kegelapan pephononan beton
meretas cahaya
menikam daun daun jatuh
berguguran
purnama luruh di kotamu, di sekujur ranting ranting berbeton
lelap dalam riuh jalanan bergelayut bagai kera-kera
lapar
tertelan dalam berbagai cahaya neonsign reklame dan
plank plank
tak ubah plankton warna warni menjamur pada setiap
sudut trotoar
purnamamu luruh Denpasar
matamu lesu
sekali
waktu wanita wanita malam bergelayut
bergantung
napasmu, jalan jalan sepanjang pasar membuka pagi
mengerak aspal ditindih asap knalpot
waktu menghitam dalam semalam tak memberi jarak
matahari
singgahi atas tanahku
kotaku
purnamamu luruh Denpasar
sinar menghambat dedaunan, terhambat akar akar pohon
berbeton
bias cahaya
bayang bayangnya jatuh ke tanah mengganti pohon
pohon yang mulai hilang bentuk
dan di siang yang panas, cuaca bergantung pada satu
peristiwa
mengikuti hiruk kota yang lebih bising dari riuhnya
cahaya di malam hari
pelatuk ditarik
tidak ada jam yang tidur
denpasar, 28 maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar