Perempuan itu sering
berjalan menyusuri sawah menghabiskan waktu dengan diam. Mata yang mengaca
bening tak meninggalkan gurat menua. Separuh waktu berjalan dengan
pikiran-pikirannya selebihnya mendahului waktu-waktu yang tidak berhenti untuk
menahan pikirannya sendiri. Sepanjang jalan telah dilalui. Sepanjang sungai tak
pernah lepas dalam susuran. Perempuan itu tak pernah punya cita-cita, tak
pernah ada yang bertanya, entah berapa keturunannya hingga kini, entah berapa
yang pernah terlahir dari rahimnya. Tak pernah ada yang tahu ataupun tak pernah
bertanya. Bau amis keluar dari mulutku, katanya suatu ketika. Entah berapa ikan
yang keluar dari rahim, barangkali kali ini melengkapi sirip untuk
mengajarkannya berenang. Bulan jatuh pada hari kesembilan tepat memantul pada
air yang bergerak pelan, sepanjang sungai yang telah berganti menyusurinya
melahirkan anak-anak kembali. Air itu berubah bening, sebening matanya yang tak
pernah diam mengalirkan misteri. Tepat pada purnama ke sepuluh, waktu
menjaganya untuk terlahir hingga dia merasakan bau amis di mulutnya tak
terasakan lagi.
lereng pengsong 15 nop 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar