Adalah seorang
Raja, di negeri
Nishadha, bernama Nala, putra raja Wirasena. Raja Nala adalah seorang yang kuat
dan gagah berani. Beliau sangat akhli mengemudikan kereta. Dalam bidang itu tak
seorang pun dapat menandinginya. Beliau adalah seorang raja yang sangat
disegani oleh Raja-Raja lainnya. Mempunyai cukup pengetahuan atas isi Weda.
Seorang pahlawan perang yang agung. Beliau tidak pernah berdusta, mempunyai
bala tentara yang kuat, tetapi sayangnya bahwa beliau amat gemar bermain dadu.
Beliau merupakan tokoh yang dicintai dan dipuja oleh pria dan wanita.
Di negeri lain, yaitu di Widharba
ada pula seorang Raja yang sama utamanya dengan Raja Nala, bernama Bhima.
Beliau ini tidak berputera. Segala usaha sudah dijalankannya untuk mendapat
keturunan, tetapi belum berhasil.
Pada suatu hari datanglah seorang
Brahma Rihsi pada beliau, Damana namanya. Rishi Damana dihaturi makanan yang
lezat citarasanya dan dilayani dengan sopan santun oleh Raja dan permaisurinya.
Atas jasa itu Raja diberi anugerah, bahwa beliau akan memperoleh anugerah
keturunan. Kemudian Raja Bhima berputera empat orang yakni: (1) Damayanti (perempuan),
(2) Dama, (3) Danta, dan (4) Damana (semuanya lelaki). Dewi Damayanti sangat
cantik parasnya dan termashur kemana-mana serta menjadi pujaan lelaki di
seluruh dunia.
Raja Nala dan Dewi Damayanti telah
sama mendengar keutamaan pribudinya satu sama lain. Tanpa diinsyafinya, maka
tumbuhlah cinta – bakti pada diri mereka masing-masing, cinta yang kian hari
kian subur, meskipun paras- muka dari pujaannya itu belum pernah dilihatnya.
Raja Nala tidak dapat menahan rindu hatinya. Cinta hatinya menggelora dalam
kalbunya, sehingga sebagian besar waktunya dihabiskannya untuk bertamasya dalam
tamannya agar terhibur hatinya yang rindu itu. Tiba-tiba ia melihat banyak
angsa yang bulunya kuning keemas-emasan berkeliaran dalam tamannya. Seekor
diantaranya berhasil ditangkapnya. Maka terjadilah sesuatu yang aneh. Angsa itu
berbicara seperti manusia, katanya, “Wahai, paduka tuanku Raja, junjungan
semesta alam. Paduka tuanku menangkap diri hamba pastilah bukan untuk
disembelih. Ampunilah kiranya hamba ini. Hamba hendak mempersembahkan suatu
jasa terhadap Paduka Tuanku. Sekiranya paduka tuanku dapat menyetujuinya, akan
hamba ceritakan keutamaan prilaku dan kemuliaan paduka tuanku pada Dewi
Damayanti, dengan cara yang demikian menarik hatinya, sehingga beliau tidak
suka lagi mengindahkan orang lain, selain paduka tuanku sendiri”.
Angsa itu kemudian dilepaskan oleh
Raja Nala, lalu terbang bersama kawannya menuju Widharba. Angsa-angsa itu turun
di taman Dewi Damayanti. Kebetulan sekali Dewi Damayanti tatkala itu bertamasya
di dalam taman itu. Beliau lalu menyuruh dayang-dayangnya menangkap angsa itu,
seekor angsa dikejar masing-masing oleh seorang dayang. Maka Dewi Damayanti
tinggal seorang diri saja, karena ditinggalkan oleh semua dayang-dayangnya
memburu angsa yang menarik hati itu. Seekor angsa masih tertinggal, dan angsa
itu dengan mudah dapat ditangkap oleh Dewi Damayanti. Terjadilah pula suatu
yang ajaib. Angsa itu berbicara seperti manusia, katanya,”Wahai Dewi Damayanti,
hamba mengenal seorang raja di negeri Nishadha yang bernama Raja Nala.
Kebagusan parasnya seperti Dewa Aswin, tiada manusia menandingi keelokan
wajahnya itu. Bentuk perawakannya seperti Kandarpa. Jikalau paduka tuan putri
menjadi permaisurinya, kehidupan dan kecantikan Paduka tuan putri akan berguna.
Hamba banyak mengenal orang lain, misalnya : Gandharwa, Naga, Rakshasa, namun
hamba belum pernah menjumpai orang seperti Raja Nala. Sebagaimana halnya paduka
tuan putri laksana permata diantara para wanita, seperti itu pula halnya Raja
Nala adalah adalah insan utama diantara para pria.”
(penulis, I Gusti Ngurah Ketut
Sangka, Kerambitan 24 oktober 1964)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar