Jauhnya jarak bukan senyap yang kedengar sebagai
sebuah percakapan
Lebih jauh melantun hingga ke dasar hati
Ribuan kali angin berhembus membacakan syarat hingga
satu daun henti bergerak
Karena desir itu membuat hidup terasa punya denyut
“Pelankan suaramu, apa yang kau pinta?” katanya
Masih kudengar bukan sebagai angin yang mendesir
gendang telinga hingga penciuman hati
Memang mata tak selalu memandang
“hanya satu: jaga kesehatan kakiang,” jawabku
Itu dulu, ketika beberapa
tahun silam muncul sebagai sebuah percakapan yang tak kenal rentang waktu,
didekatkan dering telepon, kalimat-kalimat dalam larik sebuah atau beberapa
sms, atau manakala tehnologi telah berkuasa atas diri melihat wajahmu
bergerak-gerak dengan mimik yang kental merobah kerut merut oleh waktu atau
saat saat bahagia membaca kalimatmu lewat chatting yang terlampau akrab atau
bbm yang baru kau tunjukkan
Atau ketika saat akhir
membekaliku dengan pil penguat semangat sembari berujar: “ merantaulah tidak
hanya satu dua tiga empat tempat yang kamu mampu pijak. Kalau bisa
sejauh-jauhnya. Ibarat burung itu mengepak sayap membaca dunia lewat sepasang
mata, maka kepakkan sayapmu pula hingga penat untuk kembali ke sarang-
sejauh-jauh cerita yang pernah kau datangi.”
Mata itu tak
meninggalkan kerut.
Jauhnya jarak bukan
senyap yang kedengar sebagai sebuah percakapan ketika sayapmu lebih berkilau
mengemas perjalanan abadi, mendahului sayapku. Sejauhnya waktu yang tak mampu
ribuan kali sayap mengepak.
Tehnologi yang hebat ini
akhirnya tak mampu membuatku bercakap denganmu
Hanya barangkali lewat
mimpi.
Bersua selintas
Itupun ketika kakiang
menghendaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar